Nurdin Abdullah Soal Duit Dolar dan Rupiah: Itu Uang Masjid
6 Maret 2021NKRIPOST, JAKARTA – Gubernur Sulawesi Utara non-aktif Nurdin Abdullah membantah uang yang ditemukan KPK hingga miliaran rupiah dan dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika serta Singapura beserta mata uang rupiah adalah hasil suap yang diduga diterimanya, terkait pembangunan infrastruktur.
Tapi, ini bukanlah kali pertama dirinya membantah sebab sebelumnya dia pernah bersumpah ‘demi Allah’ tidak tahu menahu soal kasus rasuah yang mengantarkan dirinya ke Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Nurdin menyebut uang senilai Rp1,4 miliar dan 10 ribu dolar Amerika, serta 190 ribu dolar Singapura yang ditemukan penyidik usai menggeledah sejumlah tempat di Sulawesi Selatan bukanlah miliknya dan tak berkaitan dengan kasus suap yang menjeratnya. Kata dia, itu adalah uang masjid.
“Pokoknya itu kan uang masjid ya, bantuan masjid itu. Nantilah kita jelasin, nanti,” kata Nurdin kepada wartawan, Jumat, 5 Maret.
Selain itu, politikus PDI Perjuangan itu juga membantah semua dugaan KPK yang mengarah pada dirinya. Meski begitu, mantan Bupati Bantaeng ini mengaku bakal tetap menghargai proses hukum yang saat ini sedang berjalan.
“Enggak, enggak. Enggak ada yang benar. Pokoknya kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita hargai proses hukum,” tegasnya.
Dalam kasus ini, penyidik KPK memang sudah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi seperti di Kantor Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan dan rumah pribadi milik Nurdin. Penggeledahan ini dilakukan pada Selasa, 2 Maret kemarin dan hasilnya KPK menemukan barang bukti berupa dokumen yang diduga berkaitan dengan kasus suap dan sejumlah uang.
Selanjutnya, penggeledahan juga dilakukan penyidik di Kantor Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sekda Provinsi Sulawesi Selatan dan di rumah pribadi Agung Sucipto, yang merupakan tersangka pemberi suap terhadap Nurdin dan anak buahnya. Dari penggeledahan ini, KPK menemukan barang bukti berupa dokumen.
Adapun barang bukti yang ditemukan ini selanjutnya akan divalidasi dan dianalisa untuk kemudian dilakukan penyitaan.
Bukan pertama kalinya mengelak
Sikap Nurdin yang membantah perihal temuan duit hingga miliaran rupiah itu, mengingatkan bagaimana dirinya bersumpah ‘demi Allah’ usai ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu, 28 Februari dini hari lalu. Saat itu, selain bersumpah dia juga menyebut tak terlibat dan tak tahu jika selama ini anak buahnya telah mencatut namanya.
“Edy (Edy Rahmat, Sekretaris Dinas PUPR Sulsel) itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Sama sekali (saya, red) tidak tahu. Demi Allah, demi Allah,” katanya saat itu sebelum masuk ke dalam mobil tahanan.
Hanya saja, dia ikhlas menjalankan proses hukum ini dan sempat meminta maaf kepada warga Sulawesi Selatan atas kasus ini.
“Saya ikhlas menjalani proses hukum karena memang kemarin itu tidak tahu apa-apa kita. Saya mohon maaf,” ungkapnya.
Nurdin boleh saja membantah, namun, nyatanya KPK telah menetapkan dirinya sebagai tersangka suap dan gratifikasi bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara sebagai tersangka pemberi suap, komisi antirasuah menetapkan kontraktor bernama Agung Sucipto.
Awal mula kasus yang menjerat Nurdin Abdullah
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Nurdin tak secara langsung menerima suap melainkan melalui anak buahnya sebagai perantara.
“Adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diberikan oleh AS (Agung Sucipto) kepada NA (Nurdin Abdullah) melalui perantara ER (Edy Rahmat) sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan NA,” kata Firli Bahuri konferensi pers penetapan tersangka, Minggu, 28 Februari dini hari.
Suap dan gratifikasi ini berawal ketika Agung yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2021. Sebagai pengusaha, Agung juga sudah lama kenal baik dengan Nurdin.
Selanjutnya, sejak Februari, komunikasi aktif antara Agung dan Edy sebagai representasi dan orang kepercayaan Nurdin kembali terjalin. Dalam komunikasi itu, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing nilai proyek yang nantinya dikerjakan oleh kontraktor tersebut.
Masih pada bulan yang sama, Nurdin bersama Edy bertemu dengan Agung yang telah mendapatkan proyek pekerjaan wisata Bira, Bulukumba. Lewat pertemuan itu, Nurdin menyetujui proyek wisata Bira dikerjakan oleh Agung dan hal ini disampaikannya pada Edy.
“NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022,” jelas Firli.
Hanya saja, akhir Februari ini, Edy sempat bertemu dengan Nurdin dan menyampaikan proyek yang akan digarap oleh Agung ternyata sudah dikerjakan orang lain. Mendengar hal tersebut, Nurdin lantas menyebut pengerjaan ini bisa diatur, asalkan Agung membayari operasional kegiatannya.
“AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp2 miliar kepada NA melalui ER,” jelas Firli.
Bukan hanya dari Agung, KPK juga menduga Nurdin menerima fee dari kontraktor lain pada 2020 dengan nominal Rp200 juta. Kemudian ada juga penerimaan uang sebesar Rp3,2 miliar pada awal hingga pertengahan Februari ini.
Sebagai kontraktor, Agung telah mengerjakan beberapa proyek di Sulawesi Selatan seperti peningkatan jalan ruas Palampang-Munte-Bontolempangan di Kabupaten Sinjai/Bulukumba (DAK Penugasan) tahun 2019 dengan nilai Rp28,9 miliar.
Kemudian, pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan (DAK) TA 2020 dengan nilai Rp15,7 miliar. Lalu, Pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan 11 paket (APBD Provinsi) dengan nilai Rp19 miliar.
Selanjutnya, pembangunan Jalan, Pedestrian Dan Penerangan Jalan Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan ke Kabupaten Bulukumba tahun 2020) dengan nilai proyek Rp20,8 miliar.
Terakhir, rehabilitasi Jalan Parkiran 1 Dan Pembangunan Jalan Parkiran 2 Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan 2020 ke Kabupaten Bulukumba tahun 2020 dengan nilai proyek Rp7,1 miliar.
Adapun akibat perbuatannya memberi suap pada Nurdin, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagai penerima suap, Nurdin dan anak buahnya, Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(voi)