Problematika KKN di Masa Pandemi Antara Kesadaran atau Paksaan

Problematika KKN di Masa Pandemi Antara Kesadaran atau Paksaan

1 Maret 2021 0 By NKRIPOST MALAKA


Penulis :
Fr. Erwin Berek

NKRIPOST, MALAKA- Situasi saat ini Awal tahun 2020, dunia ini heboh lantaran munculnya wabah virus corona yang terus menular dan mematikan. Dimulai dari Wuhan-Cina, menyebar begitu cepat, mengglobal seantero dunia meyebabkan segala aspek kehidupan berubah. Menularnya penyakit ini, yakni Corona Virus Disease-19 (COVID-19) disebabkan oleh virus SARS-COV 2 atau Virus Corona.

Hingga kini, data terupdate per 24 Februari 2021, secara global kasus penyebaran COVID-19 perminggunya telah mencapai 113 juta kasus. 63,5 juta diantaranya sembuh dan 2,5 jutanya meninggal dunia. Untuk Indonesia sendiri 1,31 juta kasus dengan rincian 1,11 juta sembuh dan 35.254 meninggl dunia. Khusus untuk NTT sendiri,  telah mencapai  8.883 kasus, dengan rincian 6.273 sembuh dan 245 meninggal dunia.[1]
Melonjaknya jumlah kasus seperti di atas, menjadi PR penting bagi pemerintah untuk mencari solusi dan langkah preventif yang tepat, guna memberantas laju penyebaran virus ini.  Segala upaya yang dilakukan pemerintah masih belum optimal, terutama dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap bahaya covid-19, ditambah lagi dengan rumitnya mendapatkan akses kesehatan.

Dalam komunikasi terkait wabah ini, pemerintah masih banyak menggunakan istilah-istilah rumit yang hanya mudah dipahami masyarakat terdidik, sementara disatu sisi,  menyulitkan masyarakat kecil, untuk memahaminya. Parahnya lagi, pernyataan yang keluar dari para pejabat pemerintah masih berbeda-beda, padahal keadaan darurat membutuhkan komunikasi yang komprehensif dan konsisten. Hal inilah yang membuat masyarakat “bermain-main” dengan protokol kesehatan. Meskipun demikian, masyarakat tetap harus sadar diri, bahwa kepedulian masyarakat tetap merupakan menjadi kunci utama dalam menekan dan mencegah penyebaran COVID-19 ini.
Harus diakui bahwa dampak pandemi COVID-19 telah memaksa komunitas masyarakat harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang diakibatkannya. Ragam persoalan yang ada, telah menghadirkan desakan transformasi sosial di masyarakat. Bahkan, bukan tidak mungkin, peradaban dan tatanan kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke arah dan bentuk yang jauh berbeda dari kondisi sebelumnya. Sebab segala bentuk aktivitas masyarakat yang dilakukan di masa pra-pandemi, kini harus dipaksa untuk disesuaikan dengan standar protokol kesehatan.
 
Selain itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ditengah merebaknya pandemi COVID-19, dalam konteks ini, perilaku dan kebiasaan masyarakat secara konvensional dimasa pra-pandemi, kemudian diatur dan ditransformasikan melalui pola interaksi secara virtual. Kondisi ini sekaligus mempertegas bahwa fungsi teknologi menjadi sangat penting sebagai perantara interaksi sosial masyarakat diera pandemi saat ini.
Sejumlah tata nilai dan norma lama juga harus ditata ulang dan direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial yang baru. Munculnya tata aturan yang baru, salah satunya ditandai dengan adanya himbauan dari pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah sejak awal kemunculan virus ini di Indonesia. Begitu pula dengan pola kebiasaan masyarakat yang guyub, senang berkumpul dan bersalaman, kini dituntut untuk terbiasa melakukan pembatasan sosial. Melalui tulisan ini, penulis ingin menampilkan kejanggalan dari mahasiswa dalam mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada poin pengapdian masyarakat ditengah pandemi, yang mana mahasiswa membutukan bimbingan ekstra dari para dosen terkait. Hal inilah yang masih belum tersentuh dan harus menjadi bahan pertimbangan evaluasi kedepannya.
 
Inti Persoalan
Salah satu dampak perombakan tatanan kehidupan dari adanya covid-19 ini adalah dunia pendidikan. Hal ini pun berpengaruh pada program Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya poin pengabdian pada masyarakat yang terealisasi dalam Program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Program KKN sedianya terjadi secara langsung, dimana mahasiwa turun langsung ke lapanagan untuk mengaplikasikan disiplin ilmu yang ia peroleh di dalam lingkungan kampus. Namun hal ini tidak dapat terealisasi dengan baik dikarenakan pertiwi yang sedang dilanda Covid-19, yang mengharuskannya semua dilakukan secara daring.
Perguruan tinggi sejatinya merupakan lembaga pendidikan jenjang terakhir dari pendidikan formal, mengemban peran yang penting dalam ketatanegaraan suatu bangsa. Sebab pendidikan suatu bangsa berpusat pada lingkungan perguruan tinggi. Proses perubahan peran pelajar dari masa sekolah menengah ke perguruan tinggi sangat signifikan. Mahasiswa tidak lagi hanya terfokus pada pendidikannya saja, tetapi bagaimana mereka mengembangkan ilmunya juga sangat diperhitungkan di perguruan tinggi.

Hal yang sekarang menjadi sebuah ironi adalah, dulu nama besar kampus disebabkan kehebatan mahasiswanya. Sekarang mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya (Pidi Baiq). Kampus yang dulunya tempat merumputnya kaum intelektual sekarang sudah disusupi dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Seiring dengan hantaman badai laju zaman, iklim akademik dalam kampus kian hari kian menepi dari yang semestinya. Terlebih lagi, nuansa ilmiahnya kian hari tambah memprihatinkan. Salah satunya, jika kita merujuk pada Tri Dharma Perguruan Tinggi pada poin pengabdian pada masyarakat.  Dalam rangka perwujudan mencapai poin tersebut, kampus mendesainnya dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai salah satu representasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kuliah Kerja Nyata sudah tidak asing lagi di telinga mahasiswa. Bahkan, hal ini diwajibkan di berbagai universitas, salah satunya adalah Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Dengan tenggang waktu tertentu, mahasiswa didorong untuk melakukan pengabdian ditengah masyarakat sebagai pertanggung jawaban atas aplikasi disiplin ilmu dari teoritik ke empirik.  Skema penyelenggaraan KKN sudah didesain dengan baik, tetapi sepertinya konsep itu hanya menjadi bacaan usang yang selalu dipresentasikan pada saat pembekalan. Fakta yang terjadi di lapangan, lain dibicarakan, lain juga yang dikerjakan, sebab nyatanya, banyak kesadaran yang hanya menitiberatkan untuk menggugurkan  program wajib perkuliahan.

Antara Kesadaran atau Paksaan
Menindaklanjuti permasalahan global yang ada, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang tetap melakukan kegiatan KKN. Namun KKN kali ini sangatlah berbeda dari KKN yang terjadi sebelumnya, yang mana semua kegiatan dilakukan berbasis virtual. KKN dilaksanakan secara virtual sebagai upaya preventif penularan COVID-19. Tentunya disatu sisi, hal ini sangatlah baik dan luar biasa secara konsep dan teori, namun disisi lainnya hal ini sangat rumit dalam pelaksanaan.
Kita kembali melihat poin ketiga, Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian pada masyarakat. Pengabdian masyarakat bertujuan untuk membantu masyarakat agar mau dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satunya adalah KKN. Peran mahasiswa dalam hal ini sangat diperlukan sekali, karena tidak lain tidak bukan mahasiswa itu sendiri nantinya akan kembali ke masyarakat.

Jika mahasiswa sejak awal sudah melakukan hal ini, nantinya mahasiswa tidak akan merasa asing lagi dengan keadaan masyarakat sekitar, karena merasa perlu menyesuaikan diri kembali. Namun dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan KKN secara langsung, maka diadakanlah KKN online ini, agar Tri Dharma Perguruan Tinggi ini tetap berjalan secara seimbang.
Sebenarnya KKN kali ini, pengapdian macam apa yang mau diterapkan? Muncul sebuah problem baru lagi, jika kita memaksa masyarakat untuk mengikuti gaya kita, yang mana semua diharuskan berbasis online. Susahnya mencari lokasi yang sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh pihak universitas, membuat mahasiswa terkesan menganggap hal ini sebagai formalitas belaka. Dan hal ini saya temukan sendiri ketika menjalankan program-program yang ada, dan akhirnya sebagian program tidak dapat terealisasi dengan baik. Ditambah lagi dengan kendala komunikasi yang tidak terorganisir dengan baik. Program KKN online ini selain menuntut kreativitas dari mahasiswa, namun karena hal ini baru pertama kali diprogramkan, maka para mahasiswa juga harus dipaksa untuk mengubah mindset yang sudah ada sejak awal. Dan hal ini tentu cukup menyulitkan untuk dipraktekan secara langsung.
 
Maka di sini yang harus segera digencarkan adalah selain pihak kampus berusaha memancing semangat mahasiswanya agar mau mengaktualisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, disamping itu, sangat diperlukan fasilitas yang dapat memudahkan para mahasiswa bidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Agar mahasiswa merasa tindakan yang dilakukannya tersebut mendapat pengakuan, penghargaan, dan nama baik, dan dapat berjalan baik pula. Sehingga berhubungan dengan situasi pandemi ini, mahasiswa tidak terlalu mengalami kesulitan sesuai dengan persoalan di atas, terkait KKN ini. Semoga petaka ini cepat berlalu. Lekas sembuh.
 
Penulis : Adelbertus Erwin Berek
Mahasiswa Fakultas Filsafat  UNWIRA Kupang
Semester VIII

[1] Data dikases dari Wikipedia dan JHU CSSE COVID-19 Data, diakses pada tanggal 25 Februari 2021, pukul 10.43 wita

Pandemi
Antara Kesadaran atau Paksaan
 
Penulis :
Fr. Erwin Berek
 
Situasi Saat Ini
Awal tahun 2020, dunia ini heboh lantaran munculnya wabah virus corona yang terus menular dan mematikan. Dimulai dari Wuhan-Cina, menyebar begitu cepat, mengglobal seantero dunia meyebabkan segala aspek kehidupan berubah. Menularnya penyakit ini, yakni Corona Virus Disease-19 (COVID-19) disebabkan oleh virus SARS-COV 2 atau Virus Corona.

Hingga kini, data terupdate per 24 Februari 2021, secara global kasus penyebaran COVID-19 perminggunya telah mencapai 113 juta kasus. 63,5 juta diantaranya sembuh dan 2,5 jutanya meninggal dunia. Untuk Indonesia sendiri 1,31 juta kasus dengan rincian 1,11 juta sembuh dan 35.254 meninggl dunia. Khusus untuk NTT sendiri,  telah mencapai  8.883 kasus, dengan rincian 6.273 sembuh dan 245 meninggal dunia.[1]
Melonjaknya jumlah kasus seperti di atas, menjadi PR penting bagi pemerintah untuk mencari solusi dan langkah preventif yang tepat, guna memberantas laju penyebaran virus ini.  Segala upaya yang dilakukan pemerintah masih belum optimal, terutama dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap bahaya covid-19, ditambah lagi dengan rumitnya mendapatkan akses kesehatan.

Dalam komunikasi terkait wabah ini, pemerintah masih banyak menggunakan istilah-istilah rumit yang hanya mudah dipahami masyarakat terdidik, sementara disatu sisi,  menyulitkan masyarakat kecil, untuk memahaminya. Parahnya lagi, pernyataan yang keluar dari para pejabat pemerintah masih berbeda-beda, padahal keadaan darurat membutuhkan komunikasi yang komprehensif dan konsisten. Hal inilah yang membuat masyarakat “bermain-main” dengan protokol kesehatan. Meskipun demikian, masyarakat tetap harus sadar diri, bahwa kepedulian masyarakat tetap merupakan menjadi kunci utama dalam menekan dan mencegah penyebaran COVID-19 ini.
Harus diakui bahwa dampak pandemi COVID-19 telah memaksa komunitas masyarakat harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang diakibatkannya. Ragam persoalan yang ada, telah menghadirkan desakan transformasi sosial di masyarakat. Bahkan, bukan tidak mungkin, peradaban dan tatanan kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke arah dan bentuk yang jauh berbeda dari kondisi sebelumnya. Sebab segala bentuk aktivitas masyarakat yang dilakukan di masa pra-pandemi, kini harus dipaksa untuk disesuaikan dengan standar protokol kesehatan.
 
Selain itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ditengah merebaknya pandemi COVID-19, dalam konteks ini, perilaku dan kebiasaan masyarakat secara konvensional dimasa pra-pandemi, kemudian diatur dan ditransformasikan melalui pola interaksi secara virtual. Kondisi ini sekaligus mempertegas bahwa fungsi teknologi menjadi sangat penting sebagai perantara interaksi sosial masyarakat diera pandemi saat ini.
Sejumlah tata nilai dan norma lama juga harus ditata ulang dan direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial yang baru. Munculnya tata aturan yang baru, salah satunya ditandai dengan adanya himbauan dari pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah sejak awal kemunculan virus ini di Indonesia. Begitu pula dengan pola kebiasaan masyarakat yang guyub, senang berkumpul dan bersalaman, kini dituntut untuk terbiasa melakukan pembatasan sosial. Melalui tulisan ini, penulis ingin menampilkan kejanggalan dari mahasiswa dalam mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada poin pengapdian masyarakat ditengah pandemi, yang mana mahasiswa membutukan bimbingan ekstra dari para dosen terkait. Hal inilah yang masih belum tersentuh dan harus menjadi bahan pertimbangan evaluasi kedepannya.
 
Inti Persoalan
Salah satu dampak perombakan tatanan kehidupan dari adanya covid-19 ini adalah dunia pendidikan. Hal ini pun berpengaruh pada program Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya poin pengabdian pada masyarakat yang terealisasi dalam Program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Program KKN sedianya terjadi secara langsung, dimana mahasiwa turun langsung ke lapanagan untuk mengaplikasikan disiplin ilmu yang ia peroleh di dalam lingkungan kampus. Namun hal ini tidak dapat terealisasi dengan baik dikarenakan pertiwi yang sedang dilanda Covid-19, yang mengharuskannya semua dilakukan secara daring.
Perguruan tinggi sejatinya merupakan lembaga pendidikan jenjang terakhir dari pendidikan formal, mengemban peran yang penting dalam ketatanegaraan suatu bangsa. Sebab pendidikan suatu bangsa berpusat pada lingkungan perguruan tinggi. Proses perubahan peran pelajar dari masa sekolah menengah ke perguruan tinggi sangat signifikan. Mahasiswa tidak lagi hanya terfokus pada pendidikannya saja, tetapi bagaimana mereka mengembangkan ilmunya juga sangat diperhitungkan di perguruan tinggi.

Hal yang sekarang menjadi sebuah ironi adalah, dulu nama besar kampus disebabkan kehebatan mahasiswanya. Sekarang mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya (Pidi Baiq). Kampus yang dulunya tempat merumputnya kaum intelektual sekarang sudah disusupi dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Seiring dengan hantaman badai laju zaman, iklim akademik dalam kampus kian hari kian menepi dari yang semestinya. Terlebih lagi, nuansa ilmiahnya kian hari tambah memprihatinkan. Salah satunya, jika kita merujuk pada Tri Dharma Perguruan Tinggi pada poin pengabdian pada masyarakat.  Dalam rangka perwujudan mencapai poin tersebut, kampus mendesainnya dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai salah satu representasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kuliah Kerja Nyata sudah tidak asing lagi di telinga mahasiswa. Bahkan, hal ini diwajibkan di berbagai universitas, salah satunya adalah Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Dengan tenggang waktu tertentu, mahasiswa didorong untuk melakukan pengabdian ditengah masyarakat sebagai pertanggung jawaban atas aplikasi disiplin ilmu dari teoritik ke empirik.  Skema penyelenggaraan KKN sudah didesain dengan baik, tetapi sepertinya konsep itu hanya menjadi bacaan usang yang selalu dipresentasikan pada saat pembekalan. Fakta yang terjadi di lapangan, lain dibicarakan, lain juga yang dikerjakan, sebab nyatanya, banyak kesadaran yang hanya menitiberatkan untuk menggugurkan  program wajib perkuliahan.

Antara Kesadaran atau Paksaan
Menindaklanjuti permasalahan global yang ada, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang tetap melakukan kegiatan KKN. Namun KKN kali ini sangatlah berbeda dari KKN yang terjadi sebelumnya, yang mana semua kegiatan dilakukan berbasis virtual. KKN dilaksanakan secara virtual sebagai upaya preventif penularan COVID-19. Tentunya disatu sisi, hal ini sangatlah baik dan luar biasa secara konsep dan teori, namun disisi lainnya hal ini sangat rumit dalam pelaksanaan.
Kita kembali melihat poin ketiga, Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian pada masyarakat. Pengabdian masyarakat bertujuan untuk membantu masyarakat agar mau dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satunya adalah KKN. Peran mahasiswa dalam hal ini sangat diperlukan sekali, karena tidak lain tidak bukan mahasiswa itu sendiri nantinya akan kembali ke masyarakat.

Jika mahasiswa sejak awal sudah melakukan hal ini, nantinya mahasiswa tidak akan merasa asing lagi dengan keadaan masyarakat sekitar, karena merasa perlu menyesuaikan diri kembali. Namun dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan KKN secara langsung, maka diadakanlah KKN online ini, agar Tri Dharma Perguruan Tinggi ini tetap berjalan secara seimbang.
Sebenarnya KKN kali ini, pengapdian macam apa yang mau diterapkan? Muncul sebuah problem baru lagi, jika kita memaksa masyarakat untuk mengikuti gaya kita, yang mana semua diharuskan berbasis online. Susahnya mencari lokasi yang sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh pihak universitas, membuat mahasiswa terkesan menganggap hal ini sebagai formalitas belaka. Dan hal ini saya temukan sendiri ketika menjalankan program-program yang ada, dan akhirnya sebagian program tidak dapat terealisasi dengan baik. Ditambah lagi dengan kendala komunikasi yang tidak terorganisir dengan baik. Program KKN online ini selain menuntut kreativitas dari mahasiswa, namun karena hal ini baru pertama kali diprogramkan, maka para mahasiswa juga harus dipaksa untuk mengubah mindset yang sudah ada sejak awal. Dan hal ini tentu cukup menyulitkan untuk dipraktekan secara langsung.
 
Maka di sini yang harus segera digencarkan adalah selain pihak kampus berusaha memancing semangat mahasiswanya agar mau mengaktualisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, disamping itu, sangat diperlukan fasilitas yang dapat memudahkan para mahasiswa bidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Agar mahasiswa merasa tindakan yang dilakukannya tersebut mendapat pengakuan, penghargaan, dan nama baik, dan dapat berjalan baik pula. Sehingga berhubungan dengan situasi pandemi ini, mahasiswa tidak terlalu mengalami kesulitan sesuai dengan persoalan di atas, terkait KKN ini. Semoga petaka ini cepat berlalu. Lekas sembuh.
 
Penulis : Adelbertus Erwin Berek
Mahasiswa Fakultas Filsafat  UNWIRA Kupang
Semester VIII

[1] Data dikases dari Wikipedia dan JHU CSSE COVID-19 Data, diakses pada tanggal 25 Februari 2021, pukul 10.43 wita