Bukan Orang Sembarangan, Ini Profil Pembawa Baki yang Sepatunya Lepas saat Upacara Kemerdekaan di Istana Negara, Lihat Kakinya

Bukan Orang Sembarangan, Ini Profil Pembawa Baki yang Sepatunya Lepas saat Upacara Kemerdekaan di Istana Negara, Lihat Kakinya

18 Agustus 2023 0 By Tim Redaksi

NKRIPOST.COM – Upacara Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-78 di Istana Negara diwarnai insiden, Kamis (17/8/2023).

Pembawa baki bendera pusaka, Lilly Indiani Suparman Wenda mengalami copot sepatu sebelah kiri saat bertugas dalam Upacara Kemerdekaan.

Insiden tersebut terjadi usai pengibaran bendera dilakukan dan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka ( Paskibraka) sedang merapikan barisan.

Saat itulah sepatu kiri yang dikenakan Lilly Indiani terlepas.

Pelajar asal Provinsi Papua Pegunungan ini tetap tak terpengaruh soal insiden itu.

Ia tetap menjalankan tugasnya dengan raut wajah tersenyum meski tanpa sepatu hitam kirinya.

Presiden Joko Widodo yang bertindak sebagai inspektur upacara memberikan apresiasi kepada anggota Paskibraka karena telah berhasil mengibarkan Bendera Pusaka.

Lilly Indiani ini terpilih sebagai pembawa baki bendera pusaka saat upacara proklamasi 17 Agustus 2023.

Atas prestasi yang ditorehkan Lilly Indiani itu, sosoknya menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat Papua.

Apalagi Lilly Indiani merupakan paskibaraka pertama dari Papua Pegunungan pasca dilakukan pemekaran.

Lilly Indiani mengaku bangga bisa membawa nama provinsinya di tingkat nasional.

Diakui Lilly dirinya juga bisa bersyukur karena bisa melihat dan bertemu langsung dengan Presiden Jokowi.

Lilly Indiani merupakan pelajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) di provinsi Papua Pegunungan sebelum memutuskan untuk mengikuti seleksi Paskibraka Nasional 2023.

Kepiawaiannya melewati seleksi membawanya meraih posisi yang tak ternilai, menjadi pelajar pertama yang mewakili Provinsi Papua Pegunungan di ajang Paskibraka.

Pada tanggal 17 Juli 2023, Lilly bersama dengan rekannya, Mahardhika Benhill Wapa, diberangkatkan ke Jakarta.

Di ibu kota negara, mereka menjalani serangkaian pelatihan yang intens di daerah Cibubur.

Selama hampir sebulan, hingga 15 Agustus 2023, Lilly mempersiapkan diri secara matang untuk tugas besar yang menanti.

Sementara itu paskibaraka ini terpilih berdasarkan seleksi ketat yang dilaksanakan di masing-masing daerah.

Sebelum bertugas di Istana Negara, mereka telah menjalani Pemusatan Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka ( Paskibraka) di tingkat nasional.

Diketahui jika dalam upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-78 kali ini mengajak 76 anggota Paskibraka Nasional 2023.

Para 76 anggota paskibraka Nasional 2023 tersebut diketahui berasal dari seluruh provinsi di Indonesia.

Sejarah Paskibraka

Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, oleh sang pendiri Husein Mutahar, pada saat ibu kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.

Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.

Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas.

Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta, salah satunya Siti Dewi Sutan Assin.

Lima orang tersebut melambangkan Pancasila.

Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.

Ketika Ibu kota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka.

Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966.

Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

Pada tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil Presiden Soeharto untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka.

Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, dia kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:

Pasukan 17 / pengiring (pemandu).
Pasukan 8 / pembawa bendera (inti).
Pasukan 45 / pengawal.

Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 (17-8-45).

Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.

Rencana semula, untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI) namun tidak dapat dilaksanakan.

Usul lain menggunakan anggota pasukan khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, KKO, dan Brimob) juga tidak mudah.

Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi karena mereka bertugas di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta.

Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun 1967.

Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.

Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan.

Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri.

Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih Pasukan Pengerek Bendera Pusaka.

Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka.

PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA.

Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.

(Yar/sis)