Pengumuman Terbaru dari MK, Pekerja dan Perusahaan di Seluruh Indonesia Wajib Mematuhi 6 Aturan Ini, Simak Selengkapnya!
2 November 2024 0 By Tim RedaksiNKRIPOST.COM – Mahkamah Konstitusi menyetujui sebagian uji materi atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Melansir dari nesiatimes.com, Sabtu (2/11/2024), berikut poin-poin penting dalam putusan MK dalam uji materi UU Cipta Kerja:
Pembuatan UU Ketenagakerjaan Baru
MK meminta agar pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, segera membentuk UU ketenagakerjaan yang baru dan terpisah dari UU Cipta Kerja.
“Dengan UU baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi atau substansi UU ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, seperti dikutip Jumat (1/11/2024).
Substansi UU ketenagakerjaan yang baru juga harus menampung materi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.
Sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan MK yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
Dengan cara mengatur dalam undang-undang tersendiri dan terpisah daru UU Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan akan menjadi lebih mudah dipahami.
Menurutnya, pembuatan UU baru diperlukan karena UU Ketenagakerjaan yang lama sudah tidak utuh.
Sebagian materi atau substansinya dinyatakan inkonstitusional oleh MK dalam perkara uji materi terdahulu serta secara faktual telah diubah dengan UU Cipta Kerja.
Namun MK menyebut tidak semua materi atau substansi UU Ketenagakerjaan diubah oleh pembentuk undang-undang.
Itu artinya, hal-hal mengenai ketenagakerjaan pada saat ini diatur dalam dua undang-undang, yaitu UU Ketenagakerjaan dan UU tentang Cipta Kerja
Adapun MK memberikan waktu maksimal dua tahun untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru.
Dalam pembuatan UU tersebut, MK juga mengingatkan agar melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja dan buruh.
Jangka Waktu PKWT Lima Tahun
Putusan tersebut merupakan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan pasal tersebut bertentangan ertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.
Sebelumnya, pasal tersebut berbunyi jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan Perjanjian Kerja.
MK dalam pertimbangan hukumnya menggarisbawahi bahwa perjanjian kerja dibuat antara pihak pengusaha dan pekerja atau buruh dalam kedudukan para pihak yang tidak seimbang.
Menurut MK, pekerja atau buruh merupakan pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah.
Sehingga MK menyatakan jangka waktu PKWT penting untuk diatur di dalam undang-undang, bukan dalam peraturan turunan maupun perjanjian lainnya.
Tentang Pekerja Alih Daya
MK menyatakan pekerjaan dengan tenaga alih daya (outsourcing) hanya untuk yang bukan perkerjaan utama, seperti cleaning service, security, catering, driver.
Menurut pandangan MK, UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan lebih baik.
Alasan PHK
Dalam UU Cipta Kerja, alasan pemutusan hubungan kerja dari yang sebelumnya telah dibatasi dalam UU 13/2003 menjadi lebih variatif.
Ini tertuang dalam peraturan pelaksana UU Cipta Kerja, misalnya alasan PHK karena efisiensi mencegah kerugian sebagaimana diatur dalam PP No 35 tahun 2021.
Besaran Uang Pesangon
Mengembalikan nilai perhitungan pesangon sesuai UU 13/2003 di antaranya besaran pengali Uang Pesangon dalam hal Pensiun.
Sebelumnya dihitung 2 kali dan diganti menjadi 1,75 dan dihapus/dihilangkannya Uang Penggantian Hak sebesar 15% dari Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja.
Tumpang Tindih UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja
MK menilai tumpang tindih norma dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja akan mengancam perlindungan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi pekerja maupun pemberi kerja.
Enny mengatakan jika masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.