Munarman Ditangkap Densus 88 Mabes Polri

Munarman Ditangkap Densus 88 Mabes Polri

27 April 2021 0 By NKRI POST

Munarman Ditangkap Densus 88 Mabes Polri

NKRIPOST, JAKARTA – Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman ditangkap Densus 88 Mabes Polri. Munarman ditangkap dalam dugaan keterlibatan terorisme. Siapa Munarman dan seperti apa catatannya?

Munarman ditangkap di perumahan Modern Hills, Cinangka-Pamulang, Tangerang Selatan. Polisi juga melakukan penggeledahan di bekas markas FPI di Jalan Petamburan 3, Jakarta Selatan.

Keterlibatan nama Munarman dalam gerakan terorisme telah terdengar lama. Sebelumnya, terduga teroris yang ditangkap di Makassar, Ahmad Aulia menyebut berbaiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi di hadapan Munarman.

Baiat dilakukan saat deklarasi FPI mendukung Daulatul Islam, Januari 2015. Pengakuan Ahmad Aulia soal baiat, ISIS, FPI, dan Munarman itu sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu.

Selain Munarman selaku pengurus FPI Pusat, sejumlah nama juga disebut. Mereka adalah Ustaz Fauzan dan Ustaz Basri. Keduanyalah yang memimpin baiat. Setelah baiat, Ahmad Aulia mengaku rutin mengikuti taklim di markas FPI Makassar.

“Adapun saya ditahan atau ditangkap di kantor polisi Polda Sulawesi Selatan karena saya berbait kepada Dauratul Islam. Yang memimpin Daratul Islam yaitu Abu Bakar saat deklarasi FPI mendukung Dauratul Islam pada Januari 2015,” Ahmad Aulia.

Munarman Ditangkap Densus 88 Mabes Polri

Siapa Munarman sebenarnya?
Dihimpun dari berbagai sumber, Munarman lahir di Palembang, Sumatra Selatan, 16 September 1968. Munarman adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Ayah Munarman adalah pensiunan guru Sekolah Rakyat bernama H. Hamid. Ibunya, Nurjanah.

Pada tahun 1996, Munarman menikah dengan Ana Noviana. Keduanya menetap di Palembang. Dari pernikahan dengan Ana Noviana, Munarman dikaruniai tiga anak.

Munarman menyelesaikan disiplin studi hukumnya di Universitas Sriwijaya, Palembang. Nama Munarman dikenal luas ketika dirinya bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Palembang pada 1995.

Kala itu Munarman bergabung sebagai sukarelawan, sebelum kemudian dipromosikan menjadi Kepala Operasional YLBHI Palembang pada 1997. Dari sana Munarman pindah menjabat Koordinator Kontras Aceh periode 1999-2000. Munarman tinggal di Aceh pada periode itu.

Karier advokat Munarman berlanjut hingga dirinya menduduki kursi Koordinator Badan Pekerja Kontras. Munarman pun pindaha ke Ibu Kota Jakarta. Pada September 2002, Munarman terpilih sebagai Ketua YLBHI.

YLBHI saat itu mengalami kekosongan kepemimpinan selama sembilan bulan. Ketua sebelumnya, Bambang Widjojanto diberhentikan dewan pengawas YLBHI karena usulannya mereformasi yayasan menjadi asosiasi yang lebih berpihak pada keanggotaan. Munarman terpilih dengan perbandingan suara 17/23.

Ia mengalahkan kandidat lain, Daniel Panjaitan yang waktu itu menjabat Wakil Direktur YLBHI Jakarta. Pencalonan Munarman didorong oleh LBH cabang Palembang, Banda Aceh, serta Lampung. Sedang Daniel didorong oleh LBH Semarang dan Jakarta. Pada Oktober 2002, Munarman dilantik dengan janji jabatan “menyatukan anggota-anggota yayasan.”

Kesaksian tentang perubahan Munarman
Dari posisi-posisinya di berbagai LSM, nama Munarman terbangun sebagai aktivis pembela hak sipil. Sosok Munarman juga dikenal sebagai antimiliterisme. Ia jauh dari kekerasan, hingga satu titik waktu ketika FPI menyerang Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Peristiwa itu dikenal dengan “insiden Monas.”

Kala itu Munarman menjabat sebagai Panglima Komando Laskar Islam. Munarman bahkan terbukti ada di tengah kelompok-kelompok yang memukuli dan mengintimidasi massa AKKBB. Keberadaan Munarman jadi pertanyaan besar banyak pihak.

Munarman yang sebelumnya egaliter dan nasionalis, bagaimana mungkin melakukan tindakan intoleransi macam itu? Dilansir Kompas.com, Senin, 8 Februari, seorang sahabat Munarman, Unggul menyampaikan pandangan terkait Munarman dan perubahan sikap itu. Menurutnya tak ada yang berubah dari Munarman kecuali pencitraan media yang semakin memojokkan.

“Kalau ada yang berubah, itu hanya pencitraan media, yang tidak sadar disetir oleh kepentingan-kepentingan tertentu,” ungkap Unggul.

Selain Unggul, kawan Munarman yang juga salah satu pengacara Tim Pembela Muslim (TPM), Mahendradatta menjelaskan, Munarman adalah tipe orang yang tegas membela keyakinan. Dalam konteks dirinya sebagai Panglima Komando Laskar Islam, Munarman dikatakan “membela Islam tetap berpatokan pada Al Quran dan Hadis,” Mahendradatta.

Mahendradatta juga menolak pandangan bahwa Munarman mengalami metamorfosis. Mahendradatta memperkuat omongan Unggul. Menurutnya, pandangan soal perubahan Munarman hanya dibuat oleh opini kalangan sekuler. “Dia juga tidak membuat penafsiran sendiri, tapi didasarkan jumhur (kesepakatan) ulama, seperti fatwa MUI,” tambahnya.

“Seolah-olah ada dikotomi antara Islam dan HAM. Dia tetap sosok pembela HAM dalam koridor Islam,” katanya menegaskan.

Buntut insiden Monas, pada Oktober 2008 Munarman divonis penjara 1,5 tahun. Ia terbukti terlibat dalam kerusuhan pada Juni 2008. Menurut hakim Munarman bersalah atas tindak pidana kekerasan terhadap orang dan barang, sebagaimana diatur Pasal 170 Ayat 1 KUHP.

Selepas dari bui, Munarman tak melentur. Sikap kerasnya kembali ditunjukkan ketika ia menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia Pagi di TV One edisi Jumat, 28 Juni 2013. Kala itu Munarman berbagi narasi dengan sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Tomagola soal sikap FPI yang kerap melakukan sweeping terhadap tempat hiburan malam dan lokasi-lokasi peredaran minuman keras.

Saat itu Munarman telah menempati posisi Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI). Di tengah obrolan, Munarman naik darah hingga menyiram wajah Tamrin. Kejadian itu berlangsung di tengah program yang disiarkan secara langsung.

“Sudah ada Perda tentang hiburan malam. Aturannya sudah jelas. Ada yang tidak boleh buka sama sekali, ada yang jam bukanya dibatasi hanya tiga jam. Jadi tegakkan saja itu. Tidak usah diprovokasi,” kata Munarman, diwawancarai Viva.co.id.

“Ini bukan soal pendapat. Saya lagi ngomong dibentak disuruh diam,” lanjut Munarman, seraya menegaskan ia tak takut diproses hukum karena penyiraman itu. Sejak itu nama Munarman dikenal makin luas, namun dalam citra yang makin jauh berbeda ketika dirinya menjabat posisi-posisi di LSM bidang HAM.

Terinspirasi Abu Bakar Ba’asyir
Ada sebuah pernyataan menarik yang disampaikan Munarman terkait citranya yang berubah. Hal itu disampaikan Munarman dalam wawancara bersama Refly Harun. Munarman menjelaskan awal dirinya hijrah ke forum-forum umat Islam, yang salah satunya adalah kepincut dengan nilai serta sikap para pengajar Islam, termasuk Ustaz Abu Bakar Ba’asyir.

“Saya ini kan orang yang selalu mencari yang sifatnya konfirm. Saya selalu mencoba untuk mendekatkan jarak antara norma, antara teori dengan praktik, antara ucapan dan perbuatan. Kalau bahasa Orde Baru melaksanakan Pancasila secara murni,” kata dia, dikutip Senin, 8 Februari.

Dalam konteks ideologi, ia melihat terlalu banyak ketidaksesuaian –dalam literasi sosial dan literasi ideologi– antara satu pendapat dengan pendapat lain di ranah sekuler. Semua bergerak terlalu bebas, kata Munarman. Secara normatif Munarman memandang dunia Islam memberi banyak konfirmasi.

“Ada waktu itu LBH membela Ustaz Abu Bakar Ba’asyir, di situ saya melihat banyak kesesuaian sikap dan pernyataan dari beliau. Apa yang dia ucapkan dan tindakannya selisihnya sedikit. Kosekuensi seperti itu yang saya lakukan ketika melakukan lompatan (hijrah),” ujarnya.

Abu Bakar Ba’asyir adalah pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia. Kala itu, LBH yang diketuai Munarman mengambil posisi membela Ba’asyir dalam kasus Bom Bali. Di mata Munarman, Ba’asyir mampu menunjukkan ketenangan dan sikap anti-mengeluh selama menjalani proses hukum, meski dirinya diproses dalam kondisi sakit.

“Itulah sikap-sikap Abu Bakar Ba’asyir yang menarik dan inspiring banget. Saya sebagai pengacara melihat begitu orang dapat persoalan hukum keluhannya banyak. Ini enggak mengeluh. Lepas dari agenda-agendanya, beliau itu konsisten dengan sikapnya. Saya suka dengan sikap konsisten, baik berpikir sampai perbuatan,” papar Munarman.

Masuk FPI
Dalam wawancara itu Munarman juga menjelaskan awal mula dirinya bergabung dengan FPI. Hubungan Munarman dan FPI berawal ketika gabungan laskar ormas Islam mengawal aksi penolakan harga kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Munarman juga sempat diproses hukum bersama Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. “Saya sebagai penanggung jawab kelaskaran harus bertanggung jawab atas bentrok itu, sempat diadili, kebetulan bareng Habib Rizieq, diproses, divonis satu tahun enam bulan.”

Di dalam kurungan, sel Munarman bersebelahan dengan sel Rizieq. Sembilan bulan lamanya, hingga dipindah ke lapas terbuka. Menurut Munarman ia belajar banyak aspek ilmu keagamaan dari Rizieq, mulai dari tata cara salat sama pemikiran dan perbedaan mazhab.

Ideologi Rizieq pun menginspirasi Munarman. Ia menyebut Rizieq sebagai sosok yang nasionalis. “Dari pidato HRS soal revolusi akhlak dalam perspektif Pancasila. Pemikiran tengahnya ada di situ, beliau tidak ekstrem. Secara ideologi sebetulnya beliau tidak ekstrem, dia itu azwaja, memang tengah kalau dalam perspektif ilmu sosial,” kata Munarman.

Keluar dari lapas pada 2009, Munarman makin intensif berkomunikasi dengan Rizieq. Munarman pun ditawarkan aktif bergabung di FPI. “Sejak 2009 akhirnya saya itu ketua-ketua bidang. Pertama Ketua Bidang Nahi-Munkar 2009-2013,” Munarman.

“Setelah itu, karena referensi saya cukup banyak, saya jadi Ketua Badan Ahli, jadi dewan pakar sampai 2015, dan dilanjut sebagai Ketua Bidang Keorganisasian untuk menata FPI agar strukturalnya lebih lincah. Sudah itu beres, saya diminta untuk jadi sekum,” terangnya.(voi)