Mengangetkan, Ini Sosok Jenderal Bintang 1 yang Mau Atur Vonis Ferdy Sambo, Gak Nyangka, KY, MA dan PN Langsung Terkaget-kaget

Mengangetkan, Ini Sosok Jenderal Bintang 1 yang Mau Atur Vonis Ferdy Sambo, Gak Nyangka, KY, MA dan PN Langsung Terkaget-kaget

23 Januari 2023 0 By Tim Redaksi

SOSOK Brigadir jenderal (Brigjen) yang mencoba mengatur vonis Ferdy Sambo di perkara pembunuhan BRigadir J, mulai terdeteksi.

Sosok Brigjen ini kali pertama disebut Menkopolhukam Mahfud MD saat mengungkap adanya gerakan bawah tanah yang mencoba mengatur vonis Ferdy Sambo.

Mahfud MD menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh, meskipun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya untuk vonis Ferdy Sambo itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta siapapun pihak yang memiliki info terkait upaya “gerakan bawah tanah” itu untuk melapor kepadanya.

“Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten,” ucap Mahfud.

Terbaru, Pakar Politik dan Keamanan, Prof Muradi mengidentifikasi sosok brigjen yang perna disebut Mahfud MD.

Menurutnya, sosok Brigjen itu masih aktif dan ada keterkaitan dengan kakak asuh Ferdy Sambo yang kerap diungkapkan Muradi sejak kali pertama kasus ini mencuat.

“Kelihatannya yang disebut dengan jenderal bintang 1 aktif, bukan pensiun. Walau pun saya selalu mengatakan ada dorongan kakak asuh,” ujar Muradi dikutip dari tayangan Primetime News Metro TV, Minggu (22/1/2022).

Terlepas dari itu, Muradi ingin menekankan bahwa gerakan bawah tanah ini bisa jadi dilakukan oleh loyalis atau pihak yang berhutang budi dengan Ferdy Samo.

Terkait dengan loyalis ini, Muradi mengaku sudah emngingatkan di awal September 2022 sebelum perkara ini dinyatakan lengkap atau P21, bahkan pihak-pihak ini akan terus menerus hingga hari ini untuk membela Ferdy Sambo.

“Sampai hari ini poin pentingnya bahwa kelihatannya orang-orang yang loyalis FS masih cukup bercokol,” katanya.

Sementara terkat balas budi, Muradi mengingatkan peristiwa di kejaksaan agung pada tiga atau empat tahun silam.

“Ketika kasus kebakaran di Kejagung juga bisa jadi poin penting untuk diteliti lebih dalam. Apakah ada betul misalnya dugaan imbal balik dan sebagainya,” katanya.

Selain loyalis dan tim balas budi, kubu Ferdy Sambo juga memperkuat profesional hire seperti tim legal, cyber truth dan tim media.

Menurut Muradi, profesional hire ini arah geraknya berubah, dari mulai persepsi publik hingga pada level tertentu dilihat indikasi.

“Opini publik, saya ingin regaskan, kasus ini bukan keluarga brigadir J, tapi FS dan kawan-kawannya, tapi keadilan publik dengan orang yang punya kekuasaan.

Ini akan terus menerus, bahwa memang harus dikawal sampai pada level tertentu. Keadilan bukan untuk keluarga Yosua saja, tapi keadilan untuk publik secara keseluruhan,” tegasnya.

Di bagian lain, Komisi Yudisial (KY) meyakini informasi yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal “gerakan bawah tanah” yang tengah berupaya mengintervensi putusan terhadap Ferdy Sambo dapat dipertanggungjawabkan.

“Kalau statement itu keluar dari Pak Mahfud, tentu ada informasi pendukungnya dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Juru Bicara KY Miko Ginting kepada Kompas.com, Minggu (22/1/2023).

Miko mengakui, sejak awal kasus dugaan pembunuhan yang melibatkan mantan polisi berpangkat inspektur jenderal (irjen) itu bergulir, KY sudah mewanti-wanti adanya risiko yang bisa saja terjadi.

Bahkan, KY telah mengusulkan sejumlah saran kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Misalnya, safe house bagi majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut. “Memang dari awal kasus ini kental dengan risiko terkait terganggunya kemandirian hakim. Untuk itu, sejak awal KY mengusulkan beberapa hal, misalnya pengamanan khusus terhadap hakim,” papar Miko.

Selain itu, lanjut Miko, Komisi Yudisial juga tetap melakukan pemantauan jalannya persidangan perkara yang menjadi perhatian publik tersebut.

Menurut dia, kemandirian hakim untuk dapat memberikan keadilan bagi semua pihak itu merupakan tanggung jawab banyak pihak, termasuk KY, Mahkamah Agung (MA), dan aparat penegak hukum.

“Pihak pemerintah, dalam hal ini paling tidak Pak Mahfud, pasti juga sudah menyiapkan beberapa strategi antisipatif terkait hal ini,” tutur Miko.

Reaksi MA dan PN Jakarta Selatan

Terpisah, Mahkamah Agung (MA) meminta masyarakat memercayakan putusan kasus dugaan pembunuhan yang menjerat mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo kepada majelis hakim.

Ferdy Sambo merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Mantan Polisi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) itu dituntut pidana penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Hal itu disampaikan Juru Bicara MA, Andi Samsan menanggapi isu adanya gerakan yang disebut tengah berupaya mengintervensi putusan majelis hakim yang dipimpin hakim Wahyu Iman Santoso dengan anggota majelis Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.

Samsan meyakini, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara itu bakal menjaga independensinya dalam memutuskan perkara yang menjadi perhatian publik tersebut.

“Terlepas ada atau tidaknya gerakan itu, kami percaya bahwa hakim yang menangani perkara tersebut tentu akan tetap menjaga independensinya untuk tidak terpengaruh dari intervensi dimaksud,” kata Andi Samsan kepada Kompas.com, Minggu (22/1/2023).

Kendati demikian, Mahmahah Agung menyatakan belum mendapatkan informasi adanya ‘gerakan bawah tanah’ yang disebut akan mempengaruhi vonis terhadap Ferdy Sambo.

“Kami belum tahu kalau ada upaya atau gerakan yang mau mengintervensi terhadap majelis hakim dalam menjatuhkan vonis dalam perkara FS (Ferdy Sambo),” kata Andi Samsan.

Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan tidak mengetahui adanya gerakan yang disebut tengah berupaya mengintervensi putusan terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Mantan Polisi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) itu dituntut pidana penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Kami tidak mengetahui soal informasi tersebut, selain dari berita di media pers,” ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (22/1/2023).

Djuyamto yang juga hakim perkara obstruction of justice atau kasus perintangan penyidikan terkait kematian Brigadir J itu menyatakan tidak ada informasi yang masuk ke PN Jaksel.

Menurut dia, majelis hakim yang dipimpin hakim Wahyu Iman Santoso dengan anggota majelis Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono hanya fokus pada persidangan yang masih terus berlangsung.

“Kami hanya fokus dan konsentrasi pada proses persidangan,” tutur Djuyamto yang juga hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat itu.

Ketua harian Kompolnas Benny Mamoto (kiri) dan Ferdy Sambo (kanan). Kompolnas Sudah Deteksi Gerakan bawah tanah Ferdy Sambo dan Kaitkan Dengan Gugatan ke Jokowi. (kolase Tribunnews)
Ketua harian Kompolnas Benny Mamoto (kiri) dan Ferdy Sambo (kanan). Kompolnas Sudah Deteksi Gerakan bawah tanah Ferdy Sambo dan Kaitkan Dengan Gugatan ke Jokowi. (kolase Tribunnews)
© Disediakan oleh Surya.co.id
Sementara itu, ketua harian Kompolnas, Benny Mamoto mengaku tidak terkejut dengan gerakan bawah tanah Ferdy Sambo.

Menurut Benny, sejak awal kasus ini terjadi, sudah ada upaya untuk lolos dari jeratan hukum, seperti membuat skenario meski pada akhirnya gagal.

Upaya berikutnya di tengah persidangan berjalan, tiba-tiba ada gugatan PTUN yang tidak dirilis tim pengacara Ferdy Sambo.

Beruntung saat itu, media mengetahui dari laman pengadilan hingga upaya bawah tanah Ferdy Sambo ini diketahui publik.

“Saya yakin ini tidak akan berhenti, dia akan berasaha untuk putusan ringan, sampai kalau boleh sampai lolos,” katanya.

“Apa yang disampaikan Menkopolhukam memang sudah terdengar, hanya sekarang ini ingin menyampaikan siapa orangnya.

Silakan sampaikan laporkan, bagi mereka yang tahu,” katanya.

“Semua perlu waspada terutama pihak yang menangani kasus ini. Ini baru tuntutan, belum putusan PN, banding, kasasi, PK. oleh sebab itu kasus ini perlu dikawal terus,” tegasnya.

Benny juga membenarkan adanya loyalis Ferdy Sambo yang menurutya adalah pigak-pigak yang berhutang budi atau pernah ditolong dan kasusnya dilindungi.

“Ini semua ingin membalas kebaikan itu,” katanya.

Bahkan, lanjut Benny, tIdak tertutup kemungkinan, tidak hanya satu. Mungkin ada jejaring khusus yang dibangun untuk itu.

Tujuannya bagaimana meringankan atau membebaskan yang bersangkutan.

Disinggung terkait peran konsorsium 303, menurut Benny, ketika Ferdy Sambo masuk dalam keterkaitan dengan ilegal-ilegal bisnis, tidak tertutup kemungkinan mereka akan mendapat dukungan dana dari mereka.

“Tentu ini, dengan kata gerilya menunjukkan bahwa ini secara tertutup, secara silent mereka lakukan untuk dukungan ini membuahkan hasil. Sekali lagi yang diperlukan kewaspadaan, kontrol dan kawal dari seluruh lapisan masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis mengatakan, kliennya tidak akan menjawab isu terkait “gerakan bawah tanah” yang disebut hendak mempengaruhi vonis Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Dia juga menyebut, isu gerilya untuk mempengaruhi vonis itu mungkin tidak diketahui kliennya.

“Perlu saya sampaikan klien saya saat ini hanya fokus terhadap perkara yang dihadapinya dan tidak akan menanggapi hal-hal yang tidak diketahuinya,” ujar Arman saat dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu (21/1/2023).

Arman juga memastikan, gerakan bawah tanah yang dimaksud Menkopolkam Mahfud MD hendak mempengaruhi vonis Sambo bukan berasal dari kliennya.

(NKRIPOSTl/Kompas/Tribunnews)