Memanas! Novel Baswedan Naik ke Permukaan dan Ungkap Hal Mengejutkan Ini Soal KPK, Simak!
22 Juni 2023 0 By Tim RedaksiNKRIPOST.COM – Novel Baswedan ungkap hal mengejutkan terkait KPK.
Baru-baru ini berita mengejutkan datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Pasalnya, ada dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh sejumlah pegawai Rumah Tahanan ( Rutan) KPK.
Dugaan pungli itu terjadi di rutan sebuah lembaga antirasuah dan juga sempat berlangsung selama empat bulan, yakni antara Desember 2021 sampai Maret 2022.
Jumlah pungli pun cukup besar, yakni mencapai sekitar Rp 4 miliar.
Bahkan pegawai Rutan KPK yang terlibat ditengarai mencapai puluhan orang.
Hal itu mengingatkan kembali pada sebuah peristiwa lama tentang pelanggaran yang seorang pengawal tahanan KPK.
Karier pengawal tahanan KPK berinisial M itu akhirnya harus berakhir gara-gara menerima sogokan dari seorang koruptor.
Padahal, saat itu M ditugaskan mengawal koruptor Idrus Marham pergi dari rutan untuk berobat. Idrus adalah terpidana kasus suap proyek PLTU Riau-1.
Peristiwa itu terjadi pada 21 Juni 2019. Yang unik dari terungkapnya kasus itu karena orang yang melaporkan tentang keberadaan Idrus di luar tahanan KPK adalah Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho.
Teguh dan sejumlah rekannya saat itu tengah berjalan di luar kantornya di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 12.00 WIB untuk makan siang.
Ketika itu dia dan rekan-rekannya terkejut lantaran melihat sosok Idrus berada di sekitar Rumah Sakit MMC Kuningan. Kebetulan kantor Ombudsman tidak jauh dari rumah sakit itu.
“Pada waktu itu, teman-teman dari Ombudsman sedang jalan keluar untuk cari makan. Nah, pada saat itu, mereka menemukan sosok IM ( Idrus Marham) ini. Tidak mungkin salah mereka mengenali beliau. Karena sebelumnya si IM ini sudah pernah dipanggil Ombudsman saat menjadi Mensos,” kata Teguh di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).
Teguh menyebutkan, beberapa hari setelah melihat Idrus Marham, Ombudsman menyambangi Rutan KPK untuk meminta konfirmasi terkait hal itu.
Menurut dia, pihak Rutan KPK membenarkan bahwa pada hari itu Idrus memang meminta izin untuk melakukan pengobatan.
“Dibenarkan oleh Rutan KPK. Pada hari itu, IM meminta izin untuk berobat, melakukan penambalan gigi. Izinnya tidak spesifik ke rumah sakit mana. Di tulisannya, hanya izin berobat ke dokter gigi, pukul 08.00-11.00. Tapi kami ketemu IM, pukul 12.00-an,” kata Teguh.
Tidak hanya waktu izin yang dipertanyakan Ombudsman, tetapi juga hal lain, seperti penggunaan ponsel, tidak mengenakan topi dan rompi tahanan KPK, tidak diborgol, dan ketiadaan pengawasan.
Ombudsman, kata Teguh, juga meminta keterangan dari RS MMC terkait kejadian itu.
KPK kemudian menyelidiki peristiwa itu berdasarkan laporan dari Ombudsman.
Setelah diselidiki, ternyata M ketahuan menerima suap dari seseorang yang diperkirakan kerabat Idrus. Nilainya sebesar Rp 300.000.
Tujuannya supaya M melonggarkan pengawalan terhadap Idrus. Hal itu terungkap dari rekaman kamera pengawas (CCTV) di RS MMC.
Bahkan dari bukti-bukti lain terungkap Idrus sempat menyambangi sebuah kedai kopi dan leluasa memegang ponsel serta berbincang dengan kerabatnya.
Selain itu, Idris diketahui menyelesaikan urusan di RS MMC sekitar pukul 11.58 WIB. Akan tetapi, ternyata dia baru kembali ke Rutan KPK pukul 16.00 WIB.
Direktorat Pengawasan Internal KPK langsung memeriksa M. Dia lantas dinyatakan bersalah dan diganjar sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
“Pimpinan memutuskan saudara M pengawal tahanan tersebut diberhentikan dengan tidak hormat karena terbukti melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana yang diatur di peraturan tentang kode etik KPK dan aturan lain yang terkait,” kata Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah, pada 16 Juli 2019.
Direktorat Pengawasan Internal KPK juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya terus akan menerapkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran yang terjadi.
“Selain memberikan sanksi terhadap pelanggaran tersebut, KPK melakukan pengetatan terhadap izin berobat tahanan. Selanjutnya, seluruh pengawal tahanan juga telah dikumpulkan untuk diberikan pengarahan tentang disiplin dan kode etik. Hal ini sekaligus sebagai bentuk upaya pencegahan yang dilakukan secara terus-menerus,” ujar Febri.
Novel Baswedan Ungkap Kronologi Pungli di Rutan KPK
Novel Baswedan menyebut bahwa praktik dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan rutan KPK mulanya diungkap oleh penyidik, bukan oleh Dewan Pengawas (Dewas).
“Dalam kasus petugas rutan KPK yang menerima atau memungut uang dari tahanan KPK, diklaim oleh Dewas bahwa Dewas yang menemukan atau membongkar kasus itu,” kata Novel kepada wartawan, Selasa (20/6/2023).
“Padahal sebenarnya praktik suap atau pungli tersebut dibongkar oleh penyidik KPK, lalu melaporkan ke Dewas KPK dengan menyertakan bukti-bukti yang lengkap dan jelas,” imbuh mantan penyidik senior KPK ini.
Justru, lanjut Novel, Dewas KPK awalnya tak merespons laporan dari penyidik ihwal temuan pungli di rutan.
Dewas, kata Novel, beralasan petugas rutan di kasus itu bukan termasuk subjek hukum KPK.
“Justru Dewas, setelah menerima laporan tersebut, tidak menindaklanjuti dengan melaporkan kasus tersebut secara pidana ke penegak hukum yang berwenang. Mengingat subjek hukum petugas rutan, tidak termasuk sebagai subjek hukum KPK. Dewas baru merespons media setelah saya mengungkapkan hal itu melalui podcast saya,” katanya.
Novel menilai kasus pungli di rutan ini makin memperburuk citra KPK di masyarakat.
Dia juga menilai kasus itu merugikan para pegawai KPK yang memiliki integritas dalam bertugas.
“Bukan hanya merusak citra KPK, tapi juga meningkatkan risiko bagi pegawai KPK yang bekerja baik ketika turun ke lapangan. Ketika kegiatan mereka dibocorkan oleh pimpinan KPK atau oknum lain dengan motif uang, kemudian pegawai KPK yang turun di lapangan bisa diserang oleh pihak yang sedang diamati atau diawasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Dewas KPK mengungkap dugaan tindakan pungli di lingkungan pejabat rutan KPK.
Para pejabat rutan KPK itu diduga menerima pungli dari para tahanan komisi antikorupsi.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan temuan ini merupakan hasil pengutusan Dewas, bukan laporan pihak lain.
“Tanpa pengaduan, jadi kami di sini ingin menyampaikan Dewan Pengawas sungguh-sungguh mau menertibkan KPK ini dan tidak, siapa saja, kami tidak pandang,” kata Albertina dalam jumpa pers di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2023).
Berdasarkan temuan awal Dewas KPK, diduga terdapat pungli hingga mencapai Rp4 miliar, sepanjang Desember 2021 hingga Maret 2022.
“Mengenai jumlahnya cukup fantastis dan ini sementara saja, jumlah sementara yang sudah kami peroleh di dalam satu tahun periode Desember 2021-Maret 2022 itu sejumlah Rp4 miliar. Jumlah sementara, mungkin masih berkembang lagi,” ungkap Albertina Ho.
Albertina mengungkapkan penerimaan uang pungli dilakukan satu di antaranya lewat setoran tunai dengan menggunakan rekening pihak ketiga.
“Sudah diketahui pungutan itu dilakukan ada berupa setoran tunai, semua itu menggunakan rekening ketiga dan sebagainya. Kami tak bisa sampaikan terang karena ini pidana. Kami telah menyerahkan kepada KPK pada Selasa, 16 Mei 2023, untuk menindaklanjuti pidananya. Kami sudah lakukan klarifikasi untuk etiknya,” katanya.
KPK pun telah menindaklanjuti temuan Dewas dimaksud.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa dugaan pungli itu sudah masuk dalam tahap penyelidikan.
“Saat ini status untuk prosesnya sedang dilaksanakan penyelidikan, jadi temuan tindak pidana korupsi berupa pungutan liar yang dilakukan oleh oknum ya, oleh oknum di rutan KPK sedang ditangani dan saat ini pada proses penyelidikan, itu yang bisa kami sampaikan,” kata Asep di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2023).
BACA JUGA: Jenderal Listyo Perintahkan Propam: Pecat dan Pidanakan Orang Ini
(Yar/Sis)