Mahkamah Konstitusi Sampaikan Kabar Menarik, untuk Seluruh Kepolisian dari Sabang sampai Merauke, Penting, Tak Main-main!

Mahkamah Konstitusi Sampaikan Kabar Menarik, untuk Seluruh Kepolisian dari Sabang sampai Merauke, Penting, Tak Main-main!

1 Desember 2023 0 By Tim Redaksi

NKRIPOST.COM-MK menolak permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Sidang pengucapan Putusan Nomor 115/PUU-XXI/2023 atas permohonan dari Leonardo Olefin’s Hamonangan itu berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK.

Ketua MK Suhartoyo sebagai pimpinan sidang bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya memutuskan menolak permohonan tersebut.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya, Rabu (29/11/2023), seperti dikutip dari Nesiatimes.com.

Mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 60/PUU-XIX/2021 Paragraf [3.12] Mahkamah berpendapat bahwa tidak adanya batasan kewenangan kepolisian dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UU 2/2002 bukanlah menjadi penyebab oknum kepolisian melakukan tindakan yang merendahkan martabat dan kehormatan orang lain.

Menurut MK, persoalan yang pemohon dalilkan bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi dari norma Pasal 16 ayat (1) huruf d UU 2/2002.

MK menilai persoalan implementasi norma terkait tayangan kegiatan kepolisian yang marak di media massa telah memiliki batasan yang jelas sesuai perundang-undangan, kode etik profesi, serta peraturan pelaksana lainnya.

Oleh karena itu, MK berharap agar aparat maupun media massa selalu berhati-hati dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Hal tersebut agar tetap dalam koridor yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

MK juga mengingatkan agar dalam menjalankan tugasnya pihak kepolisian harus selalu menjaga keseimbangan antara unsur profesionalitas dan integritas.

Polisi harus tetap memerhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya dalam mengaktualisasikan ketentuan norma Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 3 KUHAP.

Di sisi lain, warga masyarakat juga diharapkan selalu mendukung pelaksanaan tugas kepolisian tersebut.

MK menjelaskan bahwa tindakan polisi dalam melakukan pemeriksaan pada seseorang yang dicurigai melakukan dugaan tindak pidana memerlukan kecepatan.

Hal tersebut tentu tidak memungkinkan untuk menyiapkan surat izin terlebih dahulu sebagaimana yang dimaksudkan oleh pemohon.

Menurut MK, jika surat izin menjadi persyaratan maka seseorang yang akan diperiksa berpotensi melarikan diri hingga menghilangkan barang bukti.

Pemeriksaan yang dilakukan pun sebenarnya masih dalam batas pemeriksaan permulaan yang belum masuk pada tindakan atau upaya paksa (pro justitia)

Untuk itu, MK menegaskan bahwa belum ada relevansi untuk mempersoalkan surat izin penggeledahan dari pengadilan atau perintah penyidik, kecuali tertangkap tangan.

Kemudian, pemohon juga meminta pemeriksaan handphone atau sejenisnya dikecualikan dari bagian yang tidak boleh dilakukan pemeriksaan.

Terkait hal tersebut, MK menilai sulit untuk memisahkan apakah handphone atau sejenisnya merupakan bagian dari barang bukti yang dipergunakan ataupun hasil tindak pidana atau bukan tanpa diperiksa terlebih dahulu.

Oleh karena itu, tanpa bermaksud menilai kekhawatiran pemohon, jika kekhawatiran tersebut benar terjadi dan jika memang anggota polisi terbukti melanggar prosedur hukum maka pemohon dapat menempuh upaya hukum yang tersedia.

Menurut MK, ketentuan norma Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 3 KUHAP telah ternyata memberikan kepastian hukum dan tidak melanggar hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.

Dengan demikian, MK menilai dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Sementara itu, dalam permohonannya, pemohon menguji Pasal 5 Ayat 1 huruf a Angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 3 dan Pasal 30 (4) UUD 1945.

Pemohon merasa mengalami kerugian konstitusional potensial akibat berlakunya Pasal 5 (1) Huruf a Nomor 3 KUHAP yakni menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

Kemudian berlakunya Pasal 32 KUHAP yang berbunyi untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pemohon khawatir marak aparat kepolisian yang berlindung dengan pasal tersebut untuk memeriksa handphone pengendara atau seseorang yang dicurigai.

Padahal menurutnya, polisi harus memiliki surat izin perintah penggeledahan dari penyidik atau tertangkap tangan atau dari pengadilan setempat.

Pemohon yang merupakan karyawan swasta di sebuah perusahaan di Jakarta Timur itu mengilustrasikan aktivitasnya yang sering pulang malam karena lembur kerja.

Hal tersebut membuat ia berpotensi diberhentikan oleh aparat kepolisian lalu diperiksa motor dan handphone-nya dengan alasan dicurigai.

Sementara tidak semua aparat kepolisian mengetahui prosedur hukum, sehingga ia khawatir akan ada bentuk kesewenang-wenangan kepolisian menggunakan kuasanya memeriksa HP.

Peristiwa tersebut pernah terjadi dan viral di media sosial saat Aipda Ambarita menggeledah paksa ponsel milik seorang pemuda.

Saat itu, Ambarita mendapatkan banyak kritik karena melakukan penggeledahan tanpa surat perintah atau tertangkap tangan.

Dalam petitum, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 3 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Kemudian menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai hukum mengikat menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, sepanjang dimaknai dalam hal pemeriksaan handphone atau sejenisnya merupakan bukan bagian dari identitas diri dan pemeriksaan handphone atau sejenisnya sah menurut hukum sepanjang ditemukannya barang bukti kejahatan.

Baca Juga:

(Ya/yes)