Ketum Demokrat Versi KLB Mendadak Sampaikan Duka, Moeldoko: Kami Sangat Kehilangan

Ketum Demokrat Versi KLB Mendadak Sampaikan Duka, Moeldoko: Kami Sangat Kehilangan

17 November 2021 0 By Tim Redaksi

KETUA Umum Partai Demokrat kubu KLB Deli Serdang Moeldoko amat berduka atas meninggalnya Max Sopacua pada Rabu (17/11/2022).

Diketahui, ia mengembuskan nafas terakhir di RSPAD Gatot Soebroto karena sakit.

“Beliau perintis lahirnya Partai Demokrat. Bersama para pendiri partai, beliau membuka jalan sejak awal partai berdiri dan turut membesarkan Partai Demokrat,” kata Juru Bicara Moeldoko Muhammad Rahmad dalam keterangan tertulis.

Rahmad menyebut, Max Sophacua memiliki cita cita besar terhadap Partai berlambang bintang mercy itu agar partai sungguh sungguh merakyat, dirasakan manfaatnya oleh rakyat, dan berkontribusi aktif untuk kemajuan rakyat.

“Semoga cita cita Pak Max Sopacua dapat kami teruskan untuk kemajuan rakyat dan bangsa kita,” ujarnya.

Selain itu, Max Sopacua adalah seorang muslim yang taat. Kala itu, yang bersangkutan selalu menyempatkan waktu untu salat berjamaah dengan para kader lainnya di sela-sela kegiatan partai.

“Pak Moeldoko dan kami sering salat berjamaah dengan beliau. Pak Moeldoko dan kami sangat kehilangan, dan mendoakan, semoga Pak Max Sopacua diampuni dosa dosa nya oleh Allah SWT, kebaikan kebaikan beliau dibalas Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda, dan semoga menjadi ahli surga,” katanya.

Lantas, seperti apa rekam jejak Max Sopacua semasa hidupnya?

Penyiar TVRI dan politikus


Sebelum terjun ke dunia politik, Max lebih dahulu dikenal sebagai penyiar olahraga dan produser di Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada masa Orde Baru.

Dalam catatan buku wajah DPR dan DPD 2019-2014, pria kelahiran Ambon 2 Maret 1946 itu diketahui menjadi produser di TVRI sejak 1985 hingga tahun 2002.

Perjalanan politik Max dimulai pada tahun 2001 ketika ia terlibat dalam pendirian Partai Demokrat bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kiprahnya di dunia politik terbilang cukup mulus, Max tercatat menjadi anggota DPR dari Partai Demokrat selama dua periode berturut-turut, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.

Di internal partai, Max juga pernah menduduki sejumlah jabatan strategis antara lain ketua DPP, wakil ketua umum, anggota Dewan Pembina, serta anggota Majelis Tinggi Partai.

Hubungan retak

Namun, hubungan manis antara Max dan Demokrat mulai retak pada 2019 ketika ia bersama sejumlah kader senior Partai Demokrat membentuk Gerakan Moral Penyelamatan Partai Demokrat (GMPPD).

Gerakan itu meminta SBY yang saat itu masih menjabat sebagai ketua umum untuk melaksanakan KLB.

GMPPD beralasan, KLB harus segera dilaksanakan karena perolehan suara Partai Demokrat anjlok.

Saat itu, GMPPD juga mendesak agar segera ditunjuk ketua umum dan pengurus baru.

“Kami mendorong dan melaksanakan suksesnya Kongres Luar Biasa (KLB) selambatnya pada 9 September 2019 mengingat telah berakhirnya Pemilu 2019 dan memasuki masa Pilkada 2020 demi mengembalikan kejayaan Partai Demokrat di 2024,” ujar Max, Kamis (13/6/2019).

Pada Desember 2020, Max menyatakan mundur dari Demokrat dan bergabung dengan Partai Esa Masyarakat Sejahtera (Emas).

Saat itu Max merasa bahwa dirinya disingkirkan oleh Partai Demokrat. Ia mengibaratkan upaya menyingkirkan dirinya, seperti menurunkan penumpang di pinggir jalan.

“Yang saya prihatin tetapi saya doakan Partai Demokrat semoga bagus dan makin jaya. Yang saya sayangkan, saya disingkirkan dari Partai Demokrat seperti menurunkan penumpang angkot di pinggir jalan,” tutur Max saat itu di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Emas, Jakarta Selatan.

Terlibat KLB Deli Serdang

Tak berselang lama, pada awal 2021 nama Max kembali dikait-kaitkan dengan Partai Demokrat.

Ia merupakan salah satu tokoh yang mendorong adanya Kongres Luar Biasa (KLB) untuk mengganti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari posisi ketua umum Demokrat.

“KLB itu sesuatu yang tidak haram, KLB itu terdaftar atau merupakan pasal penting dalam AD/ART semua partai politik di dunia,” kata Max sebagaimana dikutip dari Tribunnews, Senin (22/2/2021).

Max mengatakan, KLB bisa digelar ketika ada ketidakpuasan terhadap suatu masalah yang ada di dalam partai politik.

Dia menilai, KLB tepat digelar lantaran karena arah dari kepemimpinan Partai Demokrat tak sesuai dengan cita-cita para pendiri partai.

“Karena partai politik ini punya semua orang, bukan punya satu keluarga. Jadi ya kalau disebut bahwa saya ikut mendorong, ya ikut mendorong,” ucap Max.

KLB tersebut pada akhirnya digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021.

KLB tersebut membuahkan hasil menetapkan Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Namun, belakangan pemerintah memutuskan tidak mengakui hasil KLB tersebut dan tetap menganggap Partai Demokrat yang dipimpin oleh AHY sebagai Partai Demokrat yang diakui oleh pemerintah.

(NKRIPOST/Kompas)