Ini Reaksi Jenderal Dudung soal Meme Tak Berani Kejar KKB di Papua
8 Februari 2022KEPALA Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman ikut angkat bicara soal meme yang beredar di media sosial, yang menyebutnya tak berani mengejar anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Menurut Dudung, bukannya ia tak mampu mengejar anggota KKB. Namun, ia sadar itu bukan kewenangan seorang KSAD.
“Ada meme di medsos katanya Dudung gak berani (kejar KKB). Tapi, kemarin nyabutin baliho berani, sekarang ke Papua gak berani. Padahal, saya memang gak punya kewenangan untuk itu (menginstruksikan kejar KKB),” ungkap Dudung ketika berbicara dengan pemimpin redaksi di Markas TNI AD, Jakarta Pusat yang dikutip dari stasiun Kompas TV, Selasa (8/2/2022).
Ia mengatakan, kewenangan untuk menentukan langkah dan konsep operasi di Papua ada di tangan Panglima TNI.
“Saya selaku KSAD tidak punya kewenangan untuk menentukan langkah, baik taktis, strategis, dan konsep operasi yang dikembangkan di Papua. Itu semua ranahnya di Mabes TNI atau Panglima TNI,” kata Dudung.
Lalu, apa yang menjadi kewenangannya sebagai KSAD?
Sebab, ketika Dudung masih menjabat sebagai Pangdam Jaya lalu menginstruksikan anak buahnya mencabut baliho FPI, juga menuai banyak kritik.
Sejumlah pengamat menilai urusan mencabut baliho merupakan kewenangan Satpol PP. Hal tersebut bukan ranah Kodam Jaya.
- KSAD hanya berfungsi sebagai pembina kekuatan di TNI AD
Dudung menyadari banyak anggotanya yang kini bertugas di Papua telah gugur.
Tetapi, meski mayoritas yang dikerahkan ke Papua dari matra AD, ia tetap tak berhak memberikan instruksi atau perintah kepada komandan prajurit di lapangan.
Mantan Pangkostrad itu hanya dibolehkan menanyakan kondisi prajurit maupun logistiknya.
“Perlu diketahui ini ya, walaupun Angkatan Darat (yang menjalankan) operasi, saya tidak boleh memerintahkan komandan brigade atau komandan batalion. Saya hanya boleh nanya ‘Danyon, bagaimana (kondisi) anak buahmu? Sehat-sehat? Bagaimana logistiknya? Bagus? Hanya (boleh melakukan) itu saja,” kata Dudung.
Pernyataan Dudung sesuai dengan yang tertulis di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI. Di Pasal 16 tertulis tugas dan kewajiban kepala staf angkatan yakni:
memimpin angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional angkatan
membantu panglima dalam menyusun kebijakan tentang pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi militer sesuai dengan matra masing-masing
membantu panglima dalam penggunaan komponen pertahanan negara sesuai dengan kebutuhan angkatan
melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra masing-masing yang diberikan oleh Panglima TNI
Di UU tersebut juga tertulis tanggung jawab pengguna kekuatan TNI ada di Panglima TNI. Hal itu tertulis di Pasal 19.
- Sikap Dudung yang ngotot cabut baliho FPI dikritik karena tak sesuai kewenangan Kodam Jaya
Sementara, terkait dengan sikap Dudung yang memberikan instruksi kepada anak buahnya mencabut baliho FPI, sempat menuai protes dari banyak pihak.
Banyak yang menilai bukan tugas TNI AD untuk mencabut baliho yang terpasang di jalan.
Analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, bahkan menyebut apa yang dilakukan Dudung ketika masih menjabat sebagai Pangdam Jaya sudah melampaui kewenangannya.
“Alasan yang disampaikan itu jelas menunjukkan arogansi serta terkesan ingin menunjukkan bahwa TNI lebih ditakuti dan dipatuhi ketimbang lembaga lain yang berwenang,” ungkap Fahmi ketika dihubungi pada November 2020 lalu.
Ia bahkan menambahkan, bila FPI ketika itu masih melanggar aturan terkait organisasi massa yang dibubarkan, maka hal tersebut bukan menjadi kewenangan Pangdam Jaya. Itu merupakan ranah dan urusan Kementerian Dalam Negeri.
“Pernyataan Pangdam Jaya soal pembubaran FPI juga menggelikan. Pendirian dan pembubaran ormas jelas ada aturan mainnya. Bila menganggap bahwa FPI secara organisasi tidak taat aturan hukum, ya biarkan Kementerian Dalam Negeri yang mengurus,” kata dia lagi dua tahun lalu.
- KontraS menilai tidak ada urgensi TNI sampai cawe-cawe urus ormas
Pihak lain yang juga mengkritik sikap Dudung ketika itu adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan, tidak ada urgensinya ketika itu TNI AD ikut campur menertibkan ormas. Tugas itu seharusnya dilakukan oleh Kepolisian RI.
“Ini menjadi evaluasi dan cerminan ada ketidaksiapan dan ketidakpercayaan diri dari institusi Polri dalam menjalankan tugas pokoknya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,” ujar Rivanlee pada 2020 lalu.
Sementara, ketika berbicara di program siniar bersama Deddy Corbuzier, Dudung menjelaskan alasannya memberikan instruksi kepada anak buahnya untuk menurunkan baliho FPI. Ia mengaku semula sudah menyerahkan pencopotan baliho kepada pihak kepolisian.
Tetapi, ia tiba-tiba memperoleh laporan, kantor Satpol PP di daerah Jakarta Utara didatangi personel FPI pada pukul 23.00 WIB. Dudung menyebut, anggota FPI itu datang sambil membawa parang dan meminta agar petugas Satpol PP kembali memasang baliho Rizieq.
“Kan gendeng (kelakuan) kayak begitu. Tambah jadi (kesal),” tutur dia dalam YouTube yang tayang pada 30 November 2021 lalu.
“Memang mereka itu siapa? Di situ saya katakan bahwa negara harus hadir,” kata Dudung lagi.
Ia mengatakan, bila aksi pemasangan baliho itu tetap dibiarkan maka diprediksi bisa membahayakan keamanan negara di masa depan. Ia mengatakan, pada tahun 2020 ada 338 baliho FPI yang dicopot oleh prajurit TNI AD.
Di sisi lain, Dudung pernah menyampaikan, baliho FPI dan Rizieq Shihab tidak memiliki izin untuk dipasang. Ia pun mengaku gerah dengan isi baliho tersebut lantaran kata-katanya sangat provokatif.
“Kalau kayak gitu masa kita mau diam saja. Sekarang (baliho) tidak ada izin segala macam dan bahasa-bahasanya memprovokasi, maka kita ambil tindakan,” kata Dudung pada 2020 lalu.
(NKRIPOST/IDNTimes)