Ditangkap bareng Ustaz Farid Okbah, Ini Sepak Terjang ‘Ngeri’ Ustaz Zain An-Najah
16 November 2021DENSUS 88 pagi ini menangkap sejumlah orang dalam kaitannya dengan terorisme, Selasa 16 November 2021.
Pertama adalah Ustaz Farid Okbah, selain itu ada pula nama Ustaz Zain An-Najah. Lantas siapa dia?
Dalam sitatan Panjimas, Ustaz Ahmad Zain An Najah, merupakan salah satu ulama Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Dia lahir di Klaten pada 16 Januari 1971. Dia juga tercatat sebagai Ketua Majelis Fatwa dan Kajian DDII dan Ketua Majelis Fatwa di MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia).
Profil Ustaz Zain An-Najah
Ustaz Zain An-Najah merupakan orang yang telah alami pahit getir ketika menjadi mahasiswa di Kairo, Mesir.
Ketika keinginan untuk kuliah ke luar negeri mendidih, surat lamaran yang dikirimkannya ke Kuwait, tidak ketahuan rimba nya.
Negeri kaya minyak saat itu sedang diinvasi Saddam Husain. Gagal di Kuwait, dia lantas melamar ke Universitas Madinah dan diterima.
Di Madinah keilmuannya diasah. Selama empat tahun di kota Rasulullah saw tersebut, Ustaz Zain An-Najah mengaku banyak mendapat hal baru yang belum pernah didengar selama nyantri di Indonesia.
Di Fakultas Syariah ia mulai mengenal ilmu-ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih.
“Ilmu-ilmu itu sangat asing bagi saya, karena selama di Indonesia saya banyak menggeluti masalah-masalah Aqidah dan Dakwah. Ilmu Fiqih yang dulunya saya benci, mulai merasuk dalam hati saya, dan sedikit-sedikit rasa cinta dengan ilmu Fiqih itu mulai muncul hingga hari ini,” katanya dalam sebuah keterangan.
Selain belajar di kampus, Zain juga menambah ilmu dengan belajar langsung kepada para ulama besar yang mempunyai halaqah di masjid Nabawi setiap selesai salat Maghrib hingga Isya.
“Pada waktu itu saya ikut halaqah Syekh Umar Falata yang mengkaji kitab Nailul Authar dan Syekh Atiah Salim yang mengkaji kitab Bulughul Maram.”
Ia sangat terkesan dengan ulama-ulama Madinah, khususnya Syekh Muhammad Muhtar Syenkiti yang juga mengajar Bulughul Maram dan Syekh Muhammad Sholeh al Utsaimin.
“Selain mempunyai ilmu yang sangat luas, beliau berdua terkenal dengan sifat wara’, dan sangat berhati-hati di dalam menyampaikan ilmunya. Beliau berdua tidak pernah menjelek-jelekkan ulama lain.”
“Selain itu, beliau berdua sangat rendah hati dan dermawan serta mempunyai perhatian penuh dengan para penuntut ilmu,” ungkapnya.
Saking terkesannya, waktu liburan akhir tahun, Ustaz Zain An-Najah menyempatkan pergi ke tempat Syekh Utsaimin di kota Unaizah, yang jaraknya sekitar 700 km dari Madinah.
Pulang ke RI
Setelah empat tahun menyelesaikan jenjang S-1 bidang Syariah di Madinah, hampir seluruh kawan-kawannya satu angkatan yang berasal dari Indonesia memilih pulang ke Indonesia.
“Hanya saya yang masih tinggal di Madinah, memikirkan bagaimana bisa melanjutkan sekolah di tempat lain. Saya bertekad untuk tidak menginjakkan kaki di tanah air, sampai seluruh peluang untuk melanjutkan sekolah di luar negeri ditempuh dulu.”
Alhamdulillah akhirnya ia diterima di Universitas Al Azhar Mesir, setelah melakukan perjalanan panjang lewat darat dari Madinah.
Di Mesir, Zain selain belajar di kampus juga aktif ikut kajian-kajian di Masjid.
“Di Masjid Anshar Sunnah saya belajar Aqidah Thahawiyah dari Syekh Sayid Al Arobi, Fiqih dari Syekh Muhammad Abdul Maqsud, Aqidah dari Syekh Fauzi Sa’id, Hadist dari Syekh Abu Ishaq Khuwaini dan lain-lain. Di masjid Al Azhar sendiri saya belajar Fikih Syafi’i dan Ushul Fikih dari Prof Dr Ali Jum’ah, yang sekarang menjabat sebagai mufti Mesir,” kenangnya.
Salah satu ulama yang terkesan baginya adalah Prof. Dr. Usamah Abdul Adhim.
Selain Prof Usamah membimbingnya kuliyah dalam bidang Fiqih Syafi’i dan Ushul Fiqih, ia juga seorang guru yang mempunyai sifat wara’, zuhud dan rajin beribadah.
“Beliau mengkhatamkan Alquran hanya dalam waktu tiga malam pada salat tarawih di bulan Ramadan, dan kadang di luar bulan Ramadan.”
Tanggal 21 Oktober 2007 menjadi hari yang bersejarah baginya. Hari itu Zain lulus ujian dan meraih gelar Doktor Syariah dengan judul disertasi berjudul “Al-Qadhi Husain wa Atsaruhu Al-Fiqhiyah”.
Ia berhasil mempertahankan disertasinya di bawah bimbingan pakar fiqh muqarin Prof Abdullah Said dan Prof Ahmad Karima di hadapan sidang penguji yang terdiri dari Prof Sa’duddin Hilaly dan Prof Ibrahim Badawi.
Mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Kairo juga bersyukur karena Ustaz Zain An-Najah berhasil lulus dengan predikat martabah as-syaraf al-ulaa alias summa cumlaude (penghargaan tingkat pertama).
Peran orangtua
Laki-laki dengan empat anak kelahiran 16 Januari 1971 ini, memahami bahwa keberhasilannya meraih gelar doktor ini tak lepas dari peran orang tua yang mendidiknya sejak kecil.
“Saat itu hanya diterangi lampu teplok (lampu dengan minyak tanah) dengan sangat telaten, ibu saya mengajari alif ba’ ta’. Setiap selesai salat Maghrib ayah ibu mewajibkan anak-anaknya untuk membaca Alquran sehingga hal itu menjadi kebiasaan kami,” kenangnya.
Ketika remaja orang tuanya memasukkan ke Pesantren al Mukmin, Solo. Enam tahun ia digembleng di sana.
Kini, mantan Ketua Perwakilan Dewan Dakwah Islamiyah kota Mesir ini diamanahi seabreg jabatan: Direktur Pesantren Tinggi Al Islam Bekasi, Wakil Majlis Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat, Ketua Jurusan Pesantren Tinggi An-Nur Surakarta, Dosen Pascasarjana UMS dan UIKA Bogor, Dosen STID M Natsir, Pengajar Pesantren Isy Karima, Baitul Hikmah dan lain-lain.
Ada tiga buku yang sudah ditulisnya tentang fiqh. Bukunya yang terakhir mendapat sambutan hangat dari pembaca di tanah air menyorot tentang Jilbab (penerbit Cakrawala).
(NKRIPOST/HopsID)