Dinamika Kebijakan BPJS Kesehatan dan Dana BNPB Terkait Pembiayaan Pasien di Masa Pandemi Covid-19
24 Mei 2021Dinamika Kebijakan BPJS Kesehatan dan Dana BNPB Terkait Pembiayaan Pasien di Masa Pandemi Covid-19
(Oleh : Yoel Wahyu Setiyawan/NIM: 202001011 : Program Studi Magister Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manjemen Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus Jakarta/STIK Sint Carolus/yosetiyan89@gmail.com)
Penyebaran kasus pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 yang tidak terkendali menyebabkan peningkatan angka kematian di Indonesia.
Sejak pertama kali ditetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden RI No.11 tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2020, pandemi Covid-19 masih menjadi topik kesehatan yang terus diperbincangkan sampai saat ini. Jumlah penderita Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat setiap saat, mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan layanan kesehatan yang ada dengan menyalurkan dana BNPB yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan.
Pembiayaan pasien Covid-19 tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan karena penyakit ini tidak termasuk dalam penyakit yang menjadi Jaminan Kesehatan Nasional melainkan termasuk penyakit infeksi emerging. Hal ini berdasarkan Permenkes 59/2016 tentang pembebasan biaya pasien penyakit infeksi emerging tertentu seperti Covid-19 dapat di klaim ke Kemenkes melalui Dirjen Pelayanan Kesehatan. Diartikan bahwa layanan Covid-19 tidak termasuk dalam benefit Program JKN-KIS, yang mana peserta JKN-KIS sekalipun yang mendapat pelayanan Covid-19 tidak dibayarkan biayanya oleh BPJS Kesehatan.
Kementrian Kesehatan melibatkan BPJS Kesehatan sebagai verifikator klaim pembiayaan perawatan pasien Covid-19 sebelum mendapatkan pengembalian biaya perawatan dari dana BNPB. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Covid-19 memaparkan bahwa setiap masyarakat yang terdiagnosa Covid-19 dapat dibiayai oleh pemerintah dengan kriteria yang telah ditetapkan bagi fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan layanan pasien Covid-19.
Pemerintah saat ini lebih tanggap dengan kesehatan masyarakat yang terjadi dengan menerapkan berbagai aturan dan himbauan. Setiap masyarakat yang menderita penyakit Covid-19 bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dengan peluang yang sama secara optimal.
Aturan yang menyatakan bahwa penjaminan biaya klaim pasien Covid-19 akan berhenti secara otomatis jika pasien telah mendapatkan perawatan dan evaluasi hasil RT-PCR 1x negatif tanpa komorbid secara medis belum tentu hal tersebut dapat dibenarkan sehingga pelayanan perawatan menjadi kurang maksimal.
Pasien yang tidak memiliki biaya yang cukup dalam proses perawatan akan mengalami kesulitan dalam pembiayaan lanjutan. Masing – masing pihak memiliki interpretasi gejala yang berbeda sehingga akan menimbulkan asumsi yang tidak sama baik oleh BPJS Kesehatan sebagai verifikator klaim pembiayaan dana BNPB dan RS sebagai penyedia layanan kesehatan.
Pemerintah melalui lembaga terkait diharapkan melakukan kajian kembali proses klaim pembiayaan pasien Covid-19, mengingat fasilitas layanan kesehatan RS sudah ditingkatkan dalam memberikan pelayanan. Pertemuan rutin diadakan untuk monitoring dan evaluasi serta pembahasan kendala yang dihadapi oleh RS yang memberikan layanan perawatan pasien.
Perlu pengoptimalan peran serta aktif dari kader dalam proses pemantauan pencegahan dan pengendalian di masyarakat dan resiko paparan infeksi bagi masyarakat luas terhadap pasien kasus terduga (suspect case) dan probabel (probable case) yang tidak menjalani isolasi mandiri dengan baik dan benar.(*)