Di Kota Maksiat Ini Tukar Pasangan Sudah Biasa, Warganya pun Bebas Telanjang Bulat
5 Juli 2022Di KOTA ini warganya bebas telanjang baik ke mal, salon, saat berjemur di pantai, dan lain-lain.
Selain itu, warga kota menerapkan perilaku bertukar pasangan tanpa ikatan sah pernikahan.
Kota berjuluk “kota bebas telanjang terbesar” di dunia ini bernama Cap d’Agde yang berlokasi di pesisir pantai Prancis.
Cap d’Agde memiliki grais pantai sepanjang 2 kilometer.
Banyak fasilitas wisata di kawasan ini mulai dari toko pakaian, sauna, tempat nongkrong, hingga kelab malam dewasa.
Cap d’Agde sudah ada sejak 1958. Awalnya hanya sebagai kawasan kemah bagi kaum nudis (kaum telanjang).
Tapi pada pada 1970-an, mereka mengubahnya menjadi kota telanjang.
Untuk dapat masuk kawasan ini, wisatawan harus merogoh kocek sebesar enam euro atau sekitar Rp102.000.
Biasanya, dalam sehari, sekitar 50.000 wisatawan berkunjung ke Cap d’Agde.
Wisatawan yang kedapatan berpakaian pada siang hari di Cap d’Agde akan didenda 15.000 Euro atau Rp256 juta.
Namun pada malam hari, wisatawan bolehn berpakaian karena cuaca yang dingin.
Aturan wajib telanjang pada siang hari itu kini mulai dilonggarkan untuk menarik lebih banyak wisatawan.
Namun lantaran kebijakan itu, kaum nudis di Cap d’Agde mengaku merasa risih karena wisatawan melihat mereka telanjang dengan tatapan aneh.
Di pusat resor ini pernah menjadi tempat taman keluarga dan kolam renang.
Namun pada 2005 dirobohkan dan diganti menjadi bar dan kelab malam.
Alih-alih menjadi kawasan kaum telanjang, belakangan lokasi ini lebih banyak dikunjungi oleh mereka yang gila seks.
Cap d’Agde pun akhir dikenal menjadi ibu kota karena muncul klub pertukaran pasangan, hotel cabul, dan sebagainya.
Wisatawan yang gila seks bisa datang ke kelab malam di sini untuk pesta telanjang.
Mereka juga bisa berenang telanjang di kolam renang hotel hingga larut malam.
Kawasan ini juga pernah diserang dan dibakar pada 2009.
Pelaku diduga merupakan kaum naturis (kaum yang ingin lebih dekat dengan alam dengan telanjang) yang tidak suka dengan kehadiran para penggila seks.
Kini, wisata di kawasan ini hancur akibat pandemi Covid. Hampir 100 wisawatan dinyatakan positif.
Pada Agustus 2021 lalu, dua karyawan juga dinyatakan positif Covid seusai pesta cabul.
Dilansir dari Mirror, selama pandemi Covid-19, banyak wisatawan yang tak patuh peraturan.
Di antaranya penggunaan masker dan jaga jarak sosial.
Pembatasan yang diberlakukan juga semakin memperparah kondisi wisata di kawasan ini.
Seorang pelaku bisnis di sini mengaku memiliki 800 karyawan. Sebanyak 300 orang di antaranya terpaksa diberhentikan.
“Saya telah kehilangan 80 persen bisnis. Sekarang banyak orang tidak berminat untuk bersenang-senang,” ujarnya.
(NKRIPOST/iNews)