Daftar Dokumen Tanah Tak Berlaku Mulai 2026, Segera Urus Menjadi SHM Sebelum Terlambat, Simak Alasannya!

Daftar Dokumen Tanah Tak Berlaku Mulai 2026, Segera Urus Menjadi SHM Sebelum Terlambat, Simak Alasannya!

4 Februari 2025 11 By Tim Redaksi

NKRIPOST.COM – Mulai tahun 2026, Surat Girik tidak lagi berlaku sebagai alat pembuktian hak atas tanah.

Ketentuan ini merujuk pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menjelaskan, girik akan menjadi tidak berlaku jika bidang tanah sudah terpetakan maka sudah jelas siapa pemiliknya.

Informasi ini ia sampaikan dalam acara media gathering di Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan belum lama ini.

“Ketika suatu kawasan sudah lengkap, kan semua sudah terpetakan, sudah ketahuan siapa pemiliknya, sudah ada sertifikatnya semua, kan berarti secara otomatis girik itu nggak berlaku,” jelasnya, disadur dari laman kab-okuselatan.atrbpn.go.id, Selasa (4/2/2025).

Kendati demikian, kemungkinan kesalahan cacat administrasi atau cacat pembuktian ketika menerbitkan sertifikat bisa saja terjadi.

Bila demikian, girik masih bisa menjadi bukti atau petunjuk dalam pendaftaran tanah.

Sertifikat Tanah Bukti Sah Kepemilikan Tanah

Terlepas dari itu, sertifikat tanah atau Sertifkat Hak Milik merupakan dokumen resmi yang menjadi bukti sah kepemilikan atas suatu tanah.

Kepemilikan sertifikat tanah sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemilik tanah.

Melansir dari berbagai sumber, Jumat (31/1/2025), setidaknya ada tujuh jenis sertifikat tanah dengan kegunaan yang berbeda-beda, berikut daftarnya.

Sertifikat Hak Milik (SHM)

SHM merupakan bukti kepemilikan tertinggi atau terkuat atas suatu tanah yang berlaku selamanya dan bisa diwariskan.

Berdasarkan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20, hak milik atas tanah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang bisa dimiliki orang atas tanah.

Dalam SHM mencakup keterangan nama pemilik, luas tanah, lokasi properti, gambar bentuk tanah, dan nama objek atau tetangga pemilik tanah yang berbatasan langsung.

Kemudian tanggal penetapan sertifikat, nama dan tanda tangan pejabat yang bertugas, serta cap stempel sebagai bukti keabsahan sertifikat.

Adapun SHM hanya bisa dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Hal tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam aturan tersebut menyatakan bahwa PPAT diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai hak atas tanah.

Hak Guna Usaha (HGU)

Pasal 28 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu.

HGU digunakan untuk usaha pertanian, perikanan, dan peternakan yang diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.

Namun, bagi perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama bisa diberikan hak guna usaha untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan bisa diperpanjang hingga 25 tahun.

Sementara itu, HGU diberikan atas tanah sedikitnya 5 hektar dan jika luas tanah 25 hektar atau lebih, maka harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.

Adapun HGU diberikan berdasarkan penetapan pemerintah melalui keputusan pemberian hak dari menteri atau pejabat yang ditunjuk dan pemberiannya wajib didaftar dalam buku tanah pada kantor pertanahan.

Hal tersebut dijelaskan dalam buku Pengaturan Hak Guna Usaha Atas Tanah Sebelum dan Sesudah UU Cipta Kerja oleh Ummy Ghoriibah, S.H,. M.Kn.

Sertifikat tanah ini bisa dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Hak Guna Bangunan (HGB)

HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menyatakan jangka waktu HGU berlaku selama 30 tahun dan bisa diperpanjang hingga 20 tahun.

Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hal Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah menyebutkan HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.

Jangka waktu tersebut bisa diperbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.

Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, serta pembaruan selesai, tanah HGB kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak pengelolaan.

HGB hanya bisa dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berlokasi di Indonesia.

Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960.

Dalam buku Hak atas Tanah, Hak Pengelolaan, & Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun oleh Dr. Urip Santoso, S.H., M.H., menjelaskan dari pengertian tersebut, terkandung bahwa:

1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan tanah dan atau memungut hasil dari tanah.

2) Tanah hak pakai bisa digunakan untuk keperluan mendirikan bangunan dan atau pertanian, perikanan atau perkebunan.

3) Tanah hak pakai berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain.

4) Hak pakai terjadi dengan keputusan pemberian hak atau dengan perjanjian pemberian hak dengan pemlik tanah.

5) Perjanjian pemberian hak anara pemegang hak pakai dan pemilk tanah bukan perjanjan sewa menyewa tanah atau perjanjian pengolahan tanah.

Adapun hak pakai bisa diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Pemberian hak pakai ini bisa dilakukan secara cuma-cuma, pembayaran, maupun pemberian jasa apapun.

Pemilik Hak Pakai adalah WNI, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum di Indonesia, serta badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.

Petok D

Petok D atau Letter D adalah salah satu syarat untuk pengkonversian tanah milik adat menjadi hak milik.

Dulu, Petok D menjadi surat tanah yang membuktikan kepemilikan tanah yang diakui kekuatan hukumnya sebelum berlakunya UUPA.

Setelah UUPA berlaku, status Petok D hanya sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah.

Letter C

Mengutip Jurnal Hukum dan Sosial Politik oleh Ayu Lintang Priyan Andari, dkk, Letter C adalah bukti kepemilikan seseorang atas tanah yang ada di kantor desa atau kelurahan.

Letter C berfungsi sebagai catatan penarikan pajak dan keterangan mengenai identitas dari sebuah tanah yang ada di zaman kolonial, serta sebagai tanda bukti berupa catatan di desa atau kelurahan.

Surat Girik

Surat girik adalah bukti kepemilikan tanah yang berstatus girik.

Mengacu pada Undang-Undang Agraria, tanah berstatus girik diakui sebagai tanah milik adat dan identitas yang tercatat dalam tanah girik hanya sebatas sejarah atau riwayat tanah tersebut.

Berdasarkan buku Sertifikat Tanah dan Properti oleh Kian Goenawan, surat girik menyatakan bahwa pemilik surat hanya memiliki hak atas tanah untuk mengelola tanah sebagai bukti pembayaran pajak, tanpa memiliki hak kepemilikan sama sekali.