Benidiktus Boy Benu SH, MH: Ibarat Gajah Saling Bertanduk, Pelanduk Mati di Tengah-tengah

Benidiktus Boy Benu SH, MH: Ibarat Gajah Saling Bertanduk, Pelanduk Mati di Tengah-tengah

10 Mei 2021 Off By NKRIPOST NTT

Benediktus Boy Benu,S.H.,M.H

Nkripost, SoE/TTS – Perbedaan Pendapat yang berujung pada perdebatan sengit antara Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah (DPRD) TTS dan Pemerintah Daerah Timor Tengah Selatan (TTS) NTT  terkait polemik penerapan Instruksi Presiden tentang larangan mudik membuat Salah satu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Prof. Yohanes Usfunan, Benediktus Boy Benu,S.H.,M.H turut angkat bicara.

Menurut akademisi yang kesehariannya sebagai Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Prof. Yohanes Usfunan tersebut bahwa,  Perselisihan antara Legislatif dan Eksekutif Timor Tengah Selatan Ibarat ” Gajah dan gajah bertanduk, Pelanduk Mati di Tengah-tengah”

Boy Benu dalam sapaan akrab media ini, membuat satu Peribahasa ini sejatinya adalah peribahasa klasik yang mungkin saja sudah jarang terdengar di telinga generasi hari ini sebut saja generasi milenial, bahkan dalam kalangan masyarakat secara umum pun jarang kita dengar peribahasa dimaksud.

Peribahasa ini dengan sendirinya terkonek dari pikiran alam bawah sadar penulis yang secara sadar melihat akan fakta dan realitas dinamika politik berdasarkan pada pemberitaan media berkaitan dengan perselisihan antara pemerintah Timor Tengah Selatan beberapa hari terakhir.

Menurutnya, Peribahasa ini mempunyai arti demikian:
“Bahwa apabila ada orang-orang berkedudukan tinggi berselisih satu sama lain, maka yang menjadi korban adalah orang-orang kecil”
Bisa dibayangkan misalkan dalam situasi “perang” di mana yang berseteru adalah orang-orang tinggi maka sudah dapat dipastikan yang menjadi korban adalah rakyat (masyarakat) kecil yang sesungguhnya mereka selalu mengharapkan keteladanan dan ketulusan melayani dari para pejabat publik demi kesejahteraan rakyat itu sendiri.” Jelas Boy

Berangkat dari pijakan berpikir di atas, Bahwasannya para pemegang kebijakan yang ada pada daerah TTS tercinta yakni antara Pemerintah Daerah TTS dan DPRD TTS dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat terdapat perselisihan dimana Pemerintah Daerah dalam kebijakannya terhadap pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan menutup akses jalan keluar masuk masyarakat, hal ini dikarenakan guna mencegah klaster baru penyebaran covid-19, yang juga berhungan dengan arus mudik libur lebaran.

Kebijakan tersebut ditentang oleh para anggota DPRD, Kabupaten Timor Tengah Selatan yang pada akhirnya direspon balik oleh Bupati Timor Tengah Selatan dengan munculnya pernyataan “Jangan memilih orang yang hanya mementingkan isi perutnya sendiri”. Pernyataan tersebut menjadi bumerang yang ramai diperbincangkan di berbagai media sosial dengan demikian para anggota DPRD geram yang kemudian menimbulkan kegaduhan dengan saling ungkit mengungkit soal isi perut.

dan hal tersebut akhirnya kembali direspon oleh Bupati TTS Egusem Piter Tahun,ST,MM dalam pesan singkat watshAppnya “KALAU MANIS JANGAN CEPAT DITELAN & PAHIT JANGAN CEPAT DIBUANG“.cetus Bupati TTS

Berdasarkan permasalahan tersebut, menandakan bahwa hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD TTS tidak menunjukkan adanya hubungan kemitraan. Dimana kurangnya koordinasi antara satu dengan yang lainnya dalam mengambil suatu langkah politis terhadap masyarakat. Sedangkan di antara lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, tidak saling membawahi.

Jelas Boy bahwa, hubungan kemitraan antara pemerintah daerah dan DPRD harus bekerja sama dalam membuat kebijakan daerah untuk kepentingan rakyat yang tentunya tidak keluar dari konsep otonomi daerah, Hal ini akan membangun suatu hubungan kerja yang saling mendukung, bukan menjadi lawan dalam melaksanakan fungsinya masing-masing.

Kepala daerah Timor Tengah Selatan dan juga DPRD sejatinya adalah representasi dari masyarakat TTS secara keseluruhan yang semestinya memberi diri untuk melayani dengan tulus dari berbagai aspek kehidupan bukan saling serang di media sosial dengan mempertahankan ego masing-masing atau lembaga.

Ditambahkan Boy bahwa, Jika demikian maka akan dibawa kemana masyarakat TTS?. Pembangunan Daerah Ini Pun mau dibawa ke arah mana? (Quo Vadis TTS..?).
Menjadi sebuah kekonyolan yang fatal jika seorang Kepala Daerah dan Badan Legislatif yang memiliki kehormatan di mata masyarakat saling ungkit-mengungkit soal masalah “perut”, sementara mereka tidak sadar, berapa banyak masyarakat di daerah ini yang butuh tempat yang layak untuk tinggal, Berapa banyak masyarakat di daerah ini yang tidur tanpa sesuap nasi atau sebiji jagung yang masuk ke dalam mulutnya, Berapa banyak masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, Berapa banyak masyarakat yang membutuhkan kesehatan yang layak.

Hai para petinggi daerah ini kalian tau tidak, daerah masih jauh dari kesejahteraan, Masyarakat kecil sesungguhnya hanya membutuhkan makan yang cukup, berpakaian yang layak dan tidur pun nyaman. Apalagi ditambah dengan situasi pandemi covid-19 yang belum berakhir, menyebabkan banyak permasalahan yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat terutama dalam perekonomian masyarakat tidak berjalan maksimal.

Berlandaskan pada permasalahan-permasalahan di atas sebenarnya yang masyarakat butuh adalah bentuk pertanggungjawaban moril antara 2 lembaga yakni lembaga eksekutif dan legestlatif para pemegang kebijakan daerah tercinta Timor Tengah Selatan ini dengan mengedepankan asas kemanfaatan dalam mengambil suatu kebijakan demi kemajuan Timor Tengah Selatan yang tercinta,dan terutama kesejahteraan masyarakat sebagai esensi terpenting dalam pelayanan publik.

Sebagai poin rekomendasi dan solusi dari penulis adalah Pemerintah Daerah dan Juga DPRD TTS semestinya jangan mempertahankan egoisme masing-masing Lembaga, perlu adanya kerja sama, bersinergi antara satu dengan yang lainya agar adanya kesepakatan bersama yang dipakai Dengan berlandaskan pasca asas kemanfaatan agar tercapainya tujuan bersama demi kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyatnya sesuai amanat undang-undang dasar.

Terlepas dari situ maka pemerintah dalam hal ini Kepala Daerah serta DPRD diharapkan jangan anti kritik, karena sesungguhnya kritikan dari masyarakat dan,atau terwakilkan adalah bagian dari bentuk keprihatinannya terhadap kemajuan daerah Timor Tengah Selatan.pungkas Boy (rey)